TUGAS MID SEMESTER
FIQIH
1. Wudhu dituntut untuk tertib sebab didalam al-qur’an
sudah dijelaskan secara runtut, yaitu surat al-maidah: 6
$pkr'¯»t úïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä #sÎ) óOçFôJè% n<Î) Ío4qn=¢Á9$# (#qè=Å¡øî$$sù öNä3ydqã_ãr öNä3tÏ÷r&ur n<Î) È,Ïù#tyJø9$# (#qßs|¡øB$#ur öNä3ÅrâäãÎ/ öNà6n=ã_ör&ur n<Î) Èû÷üt6÷ès3ø9$# 4................... ÇÏÈ
“Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai
dengan kedua mata kaki”.
Kewajiban
mengerjakan wudhu dengan tertib juga didasarkan pada keumuman sabda rasulullah dalam sebuah
hadits shohih,
نَبْدَأُبِمَابَدَأَاللهُ
بِهِ
“kita mulai dengan apa
yang dimulai Allah”
Didalam
mandi tidak dituntut untuk tartib sebab pada mandi yang membasuh seluruh tubuh
itu merupakan satu bagian, sedangkan dalam wudhu ada beberapa bagian yang telah
ditentukan.
Praktek
mandi sunnah tiga kali, sudah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Seperti hadits
yang diriwayatkan oleh Aisyah ra.
كَانَ رَسُوْلُ
اللهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ اِذَااَرَدَ اَنْ يَغْتَسِلَ مِنَ الْجَنَابَةِ
بَدَأَفَغَسَلَ يَدَيْهِ قَبْلَ اَنْ يَدْخِلَهُمَافِى الْاِنَاءِ,ثُمَّ غَسَلَ فَرْجَهُ
وَيَتَوَضَّأُوُضُؤَهُ لِصَلَاةِ ثُمَّ يُشَرِبُ شَعْرَهُ الْمَاءَثُمَّ يُحَثِى رَأْسَهُ
ثَلَاثَ حَثَيَاتٍ ثُمَّ يُفِيْضُ الْمَاءَعَلَى سَاءِرِجَسَدِهِ.
Artinya: “Rasulullah SAW., bila hendak mandi
jinabah, dia memulai dengan membersikan dengan kedua tangannya sebelum
memasukkannya kedalam bejana, kemudian dia membersihkan farjinya, lalu berwudhu
seperti wudhu saat waktu hendak shalat,
lalu membersihkan rambutnya dengan air kemudian mengguyur kepalanya tiga kali baru mengguyurkan air
keseluruh tubuhnya.”(HR. Aturmudzi)
2. Cara Praktek Istinja’
Bi Al-Ahjaar
Bagi laki-laki : batunya dipegang menggunakan tangan kiri,
kemudian batu pertama digesekkan mulai dari bokong kanan lalu diputar, batu
yang kedua digesekan pada bokong yang kiri dan batu yang terakhir untuk bagian
tengah.
Bagi perempuan: batunya dipegang menggunakan tangan kiri, kemudian batu yang pertama
gosekkan dari depan ke belakang bagian kanan, kemudian batu yang kedua gosekkan
dari depan ke belakang pada bagian kiri, dan batu yang terakhir digosekkan pada
bagian tengah.
مَنْدُوْ بَا
تُ الْاِسْتِنْجَاءِ
١. اَنْ يَسْتَنْجِىَ بِحَجَرٍ اَوْ وَرَقٍ
٢. تَثْلِيْثُ الْاَحْجَارِ
٣. اَلَّا يَسْتَنْجِىَ بِا لْيَدِ الْيُمْنَى اِلَّا
لِعُذْرٍ
٤. اَلْاِسْتِتَارُ وَعَدَمُ كَشْفِ الْعَوْرَةِ
٥. يَبْدَاُ الرَّجُلُ فِي الْاِسْتِنْجَاءِ بِا
لْقُبُلِ لِئَلَّا تَتَلَوَّثَ يَدُهُ اِذَا شَرَعَ فِي الدُّبُرِ وَالْمَرْاَةُ مُخَيَّرَةٌ
فِى الْبِدَايَةِ بِاَ يِّهِمَا شَائَتْ وَاَنْ يُنْضَحَ الْمَاءُ عَلَى فَرْجِهَا
وَاِزَارِهَا لِيَزِيْلَ الْوَسْوَسُ عَنْهَا
٦. تَنْشِيْفُ الْمَقْعَدَةِ قَبْلَ الْقِيَامِ
اِذَا كَانَ صَائِمًا
Kesunahan-Kesunahan
Istinja’
1. Menggunakan
batu atau sesuatu yang keras.
2. Menggunakan
tiga batu.
3. Tidak menggunakan
tangan kanan kecuali ada udzur.
4. Tertutup
dan jangan sampai terbuka auratnya.
5. Kalau
laki-laki dzakarnya dulu baru dubur, dan wanita terserah mahu dimulai dari mana
tetapi sebaiknya farji juga ikut dibasuh(dibersihkan semua).
6. Membersihkan
bokong sebelum berdiri ketika orang tersebut dalam keadaan berpuasa.
Ketika kita hendak bersuci dari beol, sedangkan
disitu tidak ditemukan air, maka kita dapat beristinja’ yaitu bersuci
menggunakan batu atau sesuatu lain yang keras kecuali barang-barang yang dimuliakan
seperti tulang, makanan, dan lain sebagainya. Ataupun barang najis lain yang
sudah mengering. Dalam beristinja’ kita disuruh menggunakan tangan kiri, dan
boleh menggunakan tangan kanan apabila terkena udzur syar’i. Menggunakan tiga
batu atau lebih, dan dalam beristinja’ harus tertup auratnya. Dan menggunakan
cara yang sudah di jelaskan diatas.
3. Dikatakan
istihadhoh dalam haid apabila keluar darah melebihi batas sebanyak-banyak masa
haid (15 hari, 15 malam) atau darah keluar sebelum habisnya masa suci (15 hari,
15 malam).
Contoh: ada seorang wanita haid 18 hari kemudian suci
10 hari, kemudian darah keluar lagi 7 hari. Maka cara penghitungannya sebagai
berikut:
darah keluar 18 hari → berhenti 10 hari →
keluar lagi 7 hari
15 haid 3 istihadhoh suci 2 istihadhoh 5 haid
Keterangan: darah yang awal keluar 18 hari, yang 15 hari
dihukumi darah haid, sedangkan yang 3 hari merupakan darah istihadhoh, karena
sudah melebihi batas banyaknya haid. Kemudian yang 10 hari terhitung masa suci.
Kemudian darah yang keluar lagi selama 7 hari, Karena istihadhoh pertama
ditambah suci belum mencapai 15 hari(sedikitnya suci), maka yang 2 hari dihitung darah istihadhoh dan 5
hari darah haid.
Dikatakan istihadhoh dalam nifas apabila darah
keluar melebihi selama-lamanya orang nifas yaitu 60 hari.
Contoh:
ada seorang wanita sehabis melahirkan. Ia mengeluarkan darah selama 67 hari
maka cara menghitungnya sebagai berikut:
67
60 nifas
7 istihadhoh
keterangan: darah yang keluar selama 60 hari
dihitung darah nifas, dan yang 7 hari dihitung darah istihadhoh.
Contoh
lagi: ada seorang
wanita sehabis melahirkan. Ia mengeluarkan darah selama 43 hari kemudian
berhenti selama 9 hari, dan keluar ligi 20 hari. Maka cara penghitungannya
sebagai berikut.
Keluar darah 43 hari → berhenti 9 hari →
keluar lagi 20 hari
Nifas suci 8 nifas 12 istihadhoh
Keterangan: darah yang keluar pertama selama 43 hari
merupakan darah nifas. Kemudian yang 9 hari dihitung sebagai masa suci, dan
darah yang kedua keluar selama 20 hari, maka darah yang keluar 8hari disebut
darah nifas, sebab darah yang pertama keluar ditambah suci belum menycapai
batas banyaknya nifas. kemudian yang 12 hari disebut darah istihadhoh.
Wanita yang sudah berhenti haid atau nifas itu
belum halal di kumpuli, sebelum mandi untuk bersuci sebab dalam diri sang
wanita belum bersih dan masih mengandung menyakit. Jumhur ulama mengatakan bahwa persetubuhan
yang dilakukan sehabis berhentinya darah haid atau nifas sebelum mandi adalah
haram. Karena Allah berfirman:
wur £`èdqç/tø)s? 4Ó®Lym tbößgôÜt (......... ÇËËËÈ
“dan janganlah kamu
mendekati mereka, sebelum mereka suci”
Menurut Imam Mazhab Hanafi : ” Kalau darah itu
berhenti pada akhir masa haid yang dialami setiap bulanya, sebelum melampau batas maksimalmasa haid tersebut
diatas, maka tetap tidak halal bersutubuh sebelum mandi atau bertayammum dikala
tidak ada air.
Syaikh Mahmud Khittab As-Subki, jumhur ulama
mengatakan bahwa persetubuhan suami istri yang dilakukan sehabis berhentinya
darah haid sebelum adalah haram, sekalipun berhentinya itu pada akhir masa haid
terpanjang.
4.
Hubungan kedatangan haid dan berakhirnya haid
dengan pelaksanaan shalat wajib ialah ketika ada seorang wanita haid bertepatan
dengan waktunya shalat, sedangkan dia belum mengerjakan shalat, maka harus
mengkodha salat tersebut. Dan yang kedua, ketika ada seorang wanita suci yang
bertepatan dengan waktu shalat yang dapat di jama’ qashar pada terakhirnya,
maka mengerjakan shalat yang akhir dulu kemudian mengkodha shalat sebelumnya.
Wanita yang haid maupun nifas juga dilarang
memasuki masjid, meskipun haya lewat atau berdiam diri didalamnya dan tanpa ada
kebutuhan yang mendesak (darurat). Pendapat ini dianut oleh kalangan ulama
madzhab Hanafi dan Maliki dengan mengqiyaskan pada surat an-Nisa’: 43.
Adapun imam syafi’i dan Ahmad membolehkan
wanita yang haid dan nifas untuk melewati masjid jika memang darahnya tidak
mengotori masjid, merujuk pada firman Allah:
wur $·7ãYã_ wÎ) ÌÎ/$tã @@Î6y 4Ó®Lym (#qè=Å¡tFøós? 4
“sedang kamu dalam keadaan
junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi”.
5.
فَرَائِضُ
الْوُضُوءْ
|
عدد
|
ائمة
الاربعة
|
غُسْلُ
الْوَجْهِ, غُسْلُ الْيَدَيْنِ مَعَ الْمَرَفِقِيْن, مَسْحُ رَبْعُ الرَاٴْسِ,
غُسْلُ الرَّجُلَيْنِ مَعَ الْكَعْبَيْن
|
٤
|
ابو
حنيفه
|
النية,
غسل الوجه, غسل اليدين مع المرفقين, مسح جميع الراٴس, غسل الرجلين مع
الكعبين, الفور, التدليك
|
۷
|
مالك
|
النية,
غسل الوجه, غسل اليدين مع المرفقين, مسح بعض الراٴس, غسل الرجلين مع
الكعبين, الترتيب
|
٦
|
سافعى
|
غسل
الوجه, غسل اليدين, مسح جميع الراٴس, غسل الرجلين, الترتيب, والموالاة
|
٦
|
احمد
بن حنبل
|
Bukti di
atas yang membedakannya fardhunya wudhu pada setiap imam adalah pada niatnya, cara
mengusap sebagian kepala, dan ada yang dikasih tartib dan ada yang tidak, menyegerakan,menyela-nyelani,
bahkan ada juga yang ditambah dengan diulang-ulang.
Pada Abu Hanifah tanpa menggunakan niat,
membasuh seperempat bagian dari kepala, dan tanpa menggunakan tertib. Sedangkan
Imam Malik menggunakan niat, membasuh semua bagian kepala, menyegerakan, dan
menyela-nyelani dan Imam Syafi’i menggunakan niat, bagian kepala dibasuh
sebagiannya saja, dan tartib. Kemudian Imam Hambali membasuh semua bagian dari
kepala, menggunakan tertib dan menambah dengan diulang-ulang.
نواقض
الوضوء
|
عدد
|
ائمة
الاربعة
|
ماخرج
من السبيلين مطلق, زوال التمييز الشعور بنحو إغماء أوجتون اوسكر, النوم
الممكن مقعدته من الارض,قهقهة مصل بلغ اذا سمعهامن بجواره, المباشرة الفاحشة
من غيرحائل, امااللمس مهما كان فلا, سلان نجاسة كدم او قيح, القى من
الفم بحيث يملؤه
|
٨
|
ابو
حنيفة
|
ماخرج
من السبيلين, النوم الثقيل, زوال العقل بسكر اوجنون اوغماء,الردة, الشك
فى الحديث, مسح الذكر المتصل ببا طن اكف, لمس بالغ مشتهاة مع قصد الندة اووجودها
|
٧
|
مالك
|
ما
خرج من السبيلين ماعدالمن, زوال التمييز, الشعربنحواغماء او جنون اوسكر,
النوم الانوم المكن مقعدته من الارض إلتقاءبشرق الرجل بالمرأة, ب كان بشهوة اوغيرهااذاكانت اجنبية بلاحائل,
لمس فرج الادمن قبلا أوبرابباطن الكف بلاحائل
|
٦
|
سافعى
|
ماخرج من السبيلين, النوم الا
النوم اليسير من القا ئم والقاعد, مس فرج الأهى المتصل بلاحائل, لمس امرأة
اجنبية بشهوة, أكل لحم الجزور(الإبل), الردة, تغسيل الميت, كل نجس خرج
من بافى البدن
|
٨
|
احمد
بن حنبل
|
Keterangan yang membedakan yang di garis bawah.
UJIAN
SEMESTER FIQIH
1.
Matan
hadits pada halaman 44 Bab I
وَفِى صَحِيْحٌ
مُسْلِمِ عَنْ سُفْيَانَ بْنِ عَبْدِللهِ الثَقَفِى: اَنَّ رَجُلًا قَالَ: يَارَسُوْلَ
اللهُ مُرْنِى بِاَمْرِالْاِاسْلاَمِ لَاَاسْأَلُ عَنْهُ اَحَدًابَعْدَكَ قَالَ:قُلْ
أَمَنْتُ بِا اللهِ ثُمَّ اسْتَقِمْ قُلْتُ: فِمَا اَتَّقِى؟ فَأَوَمَااِلَى لِسَانِهِ.
Matan
hadits pada halaman 47
عَنْ
اَبِى يَعْلَى شَدَّدَابْنِ اَوْسٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ عَنْ رَسُوْلَ اللهِ صَلَى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمْ قَالَ: اِنَّ اللهَ كَتَبَ الْاَحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ
فَإِذَافَأَحْسَنُوْ القَتْلَةَ وَاِذَاذَيَحْتُمْ فَأَحْسِنُوْ الذُّبْحَةَ وَاليُحِدَّ
اَحَدُ كُمْ شَعْرَتُهُ وَلَيُرِحْ ذَيْحَتُهُ.
Didalam
syari’at islam menuntut kita untuk melakukan perbuatan ihsan(kebaikan) kepada
setiap makhluk ciptaan Allah termasuk diantaranya adalah hewan.
Ungkapan
Ibnu Mas’ud
مَارَاهُ مُسْلِمُوْنَ حَسَنُ فَهُوَ
عِنْدَ اللهِ حَسَنْ
Ungkapan
itu menjelaskan temasuk perbuatan baik terhadap hewan ternak dan memberikan
rasa belas kasih terhadapnya. Yaitu dengan tidak boleh memberatkan atau membebaninya diluar kemampuannya, serta
tidak menyisatnya saat menyembelihnya. Yaitu dengan cara mengasah pisau yang
hendak dibuat menyembelih sampai benar-benar tajam.
2.
Yang
dimaksud mudah dan ringan adalah melakukan segala ibadah dengan mudah dan tidak
merasa sulit atau susah, jika sudah melakukan seperti itu ibadah akan terasa
ringan. Sebaliknya jika melakukan perbuatan itu dengan rasa tidak ikhlas dan
kita sudah merasanya susah, pasti akan terasa susah dan terasa berat untuk
melakukanya. Seperti hadits berikut
الدين يسرولن يغالب الدين احد الا
غلبه
“sesungguhnya
agama itu mudah. Seseorang yang memberatkan diri dalam melaksanakan agama,
pasti dia tidak akan sanggup”.
Tidak
boleh kita melakukan solat dzuhur 2 rakaat, kecuali ketika terkena udzur syar’i
dan menggunakan ketentuan-ketentuan tertentu. Seperti meringkas rakaat solat
dzuhur dan asar, magrib dengan isya’ atau yang disebut dengan jama’ qashor.
Hukum
ibadah tanpa menggunakan niat itu tidah sah. Karena hukum niat itu wajib.
Seperti keterangan hadits dibawah ini
اِنَّمَااْلاَعْمَلُ
بِالنِّيَاتْ وَاِنَّمَالِكُلِّ اِمْرِئٍ مَنَوٰى
“Sesungguhnya
amal perbuatan itu tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya bagi setiap orang
itu apa yang ia niatkan”
Niat
itu tidak wajib di ucapkan dengan lisan karena itu hanya sebagian sunnahnnya
saja. Didalam niat yang wajib itu diucapkannya adalah didalam hati.
3.
Karena
shalat yang dilakukannya itu bukan karena Allah akan tetapi karena sebab lain,
misalnya agar dilihat pacarnya, pamer dengan orang lain, tegesa-gesa shalatnya dan
lain sebagainya. Kalau sudah shalat saja ancamannya masuk neraka wail apalagi
tidak shalat, pastinyakan ancamanya lebih dahsyat seperti ancaman masuk neraka
jahannam.
Seperti ancaman pada surat al- maun : 4-5
×@÷uqsù ú,Íj#|ÁßJù=Ïj9 ÇÍÈ tûïÏ%©!$# öNèd `tã öNÍkÍEx|¹ tbqèd$y
ÇÎÈ
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang
yang lalai dari shalatnya”
Dalam surat diatas Allah
menegaskan “CELAKALAH” jadi itu memang benar-benar ancaman yang besar bagi
orang-orang yang tidak mengerjakan shalat dan yang shalatnya karena niat lain,
bukan karena Allah.
Saya akan jawab dengan
jujur tanpa ada pengaruh apapun dan siapapun, saya setiap hari belum tentu
shalat saya genap lima waktu sebab
terkadang saya ketiduran dan bahkan terkadang juga saya lupa. Dan saya juga
pernah kodha subuh sebab saya terkadang susah untuk dibangunin.
4.
Semua
shalat mereka itu benar, cuma pengerjaan dalam sunnahnya (sunnah haiat atau
sunnah ab’at) saja yang berbeda-beda. Dan untuk menentukan salat siapa yang
paling benar adalah shalat yang diajarkan oleh Rasulullah, seperti keterangan
dalam hadits berikut.
اَخْبَرْنَا اِبْرَاهِيْمُ
بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ عَلِّي بْنِ يَحْيَ بْنِ خَلَّادٍعَنْ اَبِيْهِ عَنْ جَدِهِ رِفَاعَةَ
بْنِ مَالِكٍ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ يَقُوْلُ:
اِذَاقَامَ اَحَدُكُمْ اِلَى الصَّلَاةِ فَلْيَتَوَضَأْ كَمَا أَمَرَ اللهُ تَعَالَى
ثُمَّ لِيُكَبِّرُ فَاِنْ كَانَ مَعَهُ شَئٌ مِنَ الْقُرْ أَنِ قَرَأَبِهِ وَاِنْ
لَمْ يَكُنْ مَعَهُ شَىْئٌ مِنَ الْقُرْأَنِ فَلْيَحْمَدِاللهَ وَالْيُكَبِّرْهُ ثُمَّ
الْيَرْكَعْ حَتَّى يَطْمَئِنَّ رَاكِعًاثُمَّ الْيَقُمْ حَتَّى يَطْمَئِنَّ قَائِمًاثُمَّ
الْيَسْجُدْحَتَّى يَطْمَئِنَّ سَاجِدًاثُمَّ الْيَرْفَعْ رَأْسَهُ فَالْيَجْلِسْ
حَتَّى يَطْمَئِنَّ جَالِسًافَمَنْ نَقَصَ مِنْ هَذِهِ فَإِنَّمَايَنْقُصُ مِنْ صَلَاتِهِ.
“Telah mengkabarkan kepada kami Ibrahim bin
muhammad dari ali bin Yahya bin khalad dari ayahnya dari kakeknya yang bernama
rifa’ah bin malik, bahwa dia telah mendengar Rasulullah SAW. Bersabda: “apabila
salah satu seseorang diantara kamu akan mengerjakan shalat, hendaklah ia
berwudhu terlebih dahulu sebagai mana yang telah diperintahkan Allah. Lalu dia
bertakbir, kemudian bila dia menghafal sebagian dari ayat-ayat al-Qur’an,
hendaklah membacanya. Bila tidak menghafalnya, hendaklah dia membaca
hamdalah(memuji kepada Allah) dan bertakbir. Lalu ruku’ hingga sempurna didalam
ruku’, kemudian berdiri(i’tidal) hingga sempurna didalam berdiri. Lalu bersujud
hingga sempurna didalam sujud, kemudian mengangkat kepala(bangkit), lalu duduk
hingga sempurna didalam duduk. Barang siapa mengurangi sedikit saja dari tata
cara ini, berarti dia telah mengurangi
pelaksanaan shalat.”
5.
Setelah
melakukan shalat memang dianjurkan untuk berdzikir dan berdo’a kepada Allah
SWT, baik secara sendirian maupun bersama-sama. Sebagaimana hadits riwayat Ibnu
Abbas:
قَالَ
اْبنُ عَبَّاسٍ إِنَّ رَفْعُ الصَّوْتِ بِالذَّكْرِحِيْنَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنَ
الْمَكْتُوْبَةِكَانَ عَلَى عَهْدِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.وَقَالَ
كُنْتُ أَعْلَمُ اِنَّهُمْ إِنْصَرَفُوْابِذَالِكَ اِذَاسَمِعْتُهُ قَالَ الشَّيْخُ
اِسْمَاعِيْلُ عُثْمَانُ زَيْنُ الْيَمَنِيْ وَذَالِكَ دَلِيْلُ الْمَشْرُوْعِيَّةِ
وَالْفَضِيْلَةِ.(ارشادالمؤمنين الى فضائل ذكررب العالمين,١٧)
Artinya:
Ibn
Abbas mengatakan, sesungguhnya mengeraskan bacaan dzikir selesai melaksanakan
salat fardhu memang pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW. Dan ia mengatakan, “
saya telah mengetahui hal itu ketika mereka telah melaksan akan salat. Syaikh
Isma’il Usman Zayn al-Yamani mengatakan, bahwa itulah dalil disyariatkannya
serta keutamaan dzikir setelah salat.”
Wirid itu dibaca terserah pada orangnya, entah
itu dibaca keras ataupun pelan. Sedangkan menurut pandangan Wahbah Zuhaili
dalam kitabnya al-fiqh wa adillatuh mengatakan, bahwa hikmah dianjurkannya
berdzikir, karena bisa menutupi kekurangan-kekurangan yang dilakukan ketika
salat. Semantara do’a merupakan jalan untuk menuju kehormatan melalui pahala
dari SWT setelah melakukan pendekatan diri kepada-Nya(shalat). Sebagai bukti
dalam kitabnya dihalaman 800 jilid 1.
لِأَنَّ
الْاِسْتِغْفَارَ يَعُوْضُ نَقْصَ الصَّلَاةِ,وَالدُّعَاءُ سَبِيْلُ الْحُظْوَةِبِاثَوَابِ
وَالْاَجْرِبَعْدَ التَّقَرُّبِ إِلَى اللهِ بِاالصَّلاَةِ.
Pembacaan wirid itu dibaca pelan kecuali imam
untuk membimbig para makmum dengan maksud agar mendidik para jamaah sehingga
mereka mendengar apa yang dibaca, dan hendaklah imam menghadap makmum dengan
cara berbalik dari arah kanan. Bukti dibawah ini berada pada halamn berikutnya.
وَيَأْتِيْ
بِالْأَذْكَارِ سِرًّاعَلَى التَّرْتِيْبِ التَّالِيْ إِلَّااْلِامَامَ اْلمُرِيْدَ
تَعْلِيْمُ اْلحَاضِرِيْنَ فَيَجْهَرُ إِلَى أَنْ يَتَعَلَّمُوْا, وَيَقْبَلُ
الْاِمَامُ عَلَى الْحَاضِرِيْنَ, جَاعِلًايَسَارًهُ اِلَى الْمِحْرَابِ.
No comments:
Post a Comment