PERILAKU DALAM TEORI PSIKOLOGI



I.          PENDAHULUAN
Tingkah laku dapat dipelajari dengan berbagai cara, diantaranya dengan memperhatikan, menghayati, menerangkan apa yang terjadi dalam proses kejiwaan. Akan tetapi tidak ada cara tertentu untuk digunakan dalam semua keadaan karena proses kejiwaan itu sendiri tidak pernah sama, sewaktu-wakti ia dapat berubah sehingga tidak mungkin membagi-baginya apalagi hendak menunjukkan kejiwaan itu ke dalam golongan-golongan tertentu.

II.          RUMUSAN MASALAH
A.    Bagaimana Pengertian Psikologi?
B.     Bagaimana Perilaku Menurut Teori Kebutuhan?
C.     Bagaimana Perilaku Menurut Konsep Diri?

III.          PEMBAHASAN
A.       Pengertian Psikologi
psikologi berasal dari perkataan Yunani psyche yang artinya jiwa, dan logos yang berarti ilmu pengetahuan. Secara etimologi psikologi artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya maupun latarbelakangnya. Dengan singkat disebut ilmu jiwa. Ilmu jiwa yaitu ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia. Manusia dapat mengetahui jiwa seseorang hanya dengan tingkah lakunya. Jadi, dari tingkah laku itulah orang dapat mengetahui jiwa seseorang dan tingkah laku merupakan kenyataan jiwa yang dapat kita hayati dari luar. Secara umum, psikologi diartikan ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia atau ilmu yang mempelajari gejala-gejala jiwa manusia.[1]


B.       Perilaku Menurut Teori Kebutuhan
Manusia memiliki sifat dasar yang tidak akan sepenuhnya merasa puas, karena kepuasan bagi manusia adalah bersifat sementara. Ketika suatu kebutuhan terpuaskan, maka akan muncul kebutuhan lain yang lebih tinggi nilainya, yang menuntut untuk dipuaskan, begitu seterusnya. Untuk itu, Maslow memiliki gagasan bahwa manusia dimotivasi oleh sejumlah kebutuhan dasar yang bersifat sama untuk seluruh spesies, tidak berubah, dan berasal dari sumber genetik atau naluriah. Kebutuhan dasar tersebut tersusun secara hirakhys dalam lima strata yang bersifat relatif yaitu :
1.      Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang berkaitan langsung dengan kelangsungan hidup manusia, sehingga pemuasannya tidak dapat di tunda. Kebutuhan-kebutuhan ini antara lain adalah kebutuhan makan, minum, oksigen, istirahat, dan sebagainya. Kebutuhan tersebut tentu akan mendesak untuk didahuluan pemuasannya dibanding kebutuhan-kebutuhan lain. Seorang individu tidak akan beranjak pada kebutuhan lain, sebelum kebutuhan dasar ini terpenuhi.
Konsep Maslow tentang kebutuhan fisiologis ini, sekaligus merupakan jawaban terhadap pandangan behaviorisme, bahwa satu-satunya motivasi tingkah-laku seseorang adalah kebutuhan fisiologis. Bagi Maslow, konsep ini dapat hanya berlaku jika kebutuhan fisiologis belum dapat terpenuhi. Jika kebutuhan-kebutuhan fisiologis terpenuhi, seseorang individu akan menuntut kebutuhan yang lain yang lebih tinggi, begitu seterusnya.
2.      Kebutuhan akan Rasa Aman
Adapun hal-hal yang masuk dalam kategori kebutuhan akan rasa aman antara lain adalah keamanan, kemantapan, ketergantungan, perlindungan, bebas dari rasa takut, cemas dan kekalutan, kebutuhan akan struktur, ketertiban, hukum, dan lain-lain.[2] Seseorang yang merasa tidak aman memiliki kebutuhan yang berlebihan akan keteraturan dan stabilitas serta akan berusaha keras menghindari segala sesuatu yang dipandang asing bagi dirinya dan yang tidak diharapkan oleh dirinya.[3]
3.      Kebutuhan akan Rasa Cinta dan Memiliki
Sebuah dorongan di mana seorang individu berkeinginan untuk menjalin hubungan relasional secara efektif atau hubungan emosional dengan individu lain, baik yang ada dalam lingkungan keluarga maupun di luarnya.
     Konsepsi Maslow tentang rasa cinta dan memiliki ini sangat jauh berbeda dengan konsepsi psikoanalisis yang menyatakan bahwa akar perasaan cinta dan memiliki adalah seksualitas. Bagi Maslow, perasaan cinta dan memiliki tidak hanya didorong oleh kebutuhan seksualitas. Namun lebih banyak di dorong oleh kebutuhan akan kasih sayang.
4.      Kebutuhan Akan Harga Diri
Kebutuhan ini berasal dari dua hal: pertama, keinginan akan kekuatan, prestasi, kecukupan, keunggulan, kemampuan, dan kepercayaan diri; kedua, nama baik, gengsi, status, ketenaran dan kemuliaan, dominasi, pengakuan, perhatian, martabat, atau apresiasi. Kategori pertama berasal dari diri sendiri, dan yang kedua berasal dari orang lain.

5.      Kebutuhan Akan Aktualisasi Diri
Dorongan untuk aktualisasi diri tidak sama dengan dorongan untuk menonjolkan diri, atau keinginan untuk mendapatkan prestise atau gengsi karena jika demikian, sebenarnya dia belum mencapai tingkat aktualisasi diri. Ia masih dipengaruhi oleh sesuatu dari luar atau tendensi tertentu. Aktualisasi diri dilakukan tanpa tendensi apapun. Ia hanya ingin menjadi dirinya, bukan orang lain. Meskipun hal ini bisa diawali atau didasari pemenuhan kebutuhan pada tingkat dibawahnya.
Untuk mencapai tingkat aktualisasi diri, seseorang akan dihadapkan pada banyak hambatan, baik internal maupun eksternal. Hambatan internal, yakni yang berasal dari diri sendiri, antara lain berupa ketidaktahuan akan potensi diri sendiri, keraguan, dan juga perasaan takut untuk mengungkapkan potensi yang dimiliki, sehingga potensi tersebut seterusnya terpendam.
Hambatan eksternal dapat berasal dari budaya masyarakat yang kurang mendukung terhadap upaya aktualisasi terhadap potensi yang dimiliki seseorang karena perbedaan karakter. Masyarakat yang cenderung menganggap kejantanan sebagai sifat yang dijunjung tinggi, akan merepresi, menekan watak-watak yang cenderung ke arah feminitas, semisal kelembutan, keibuan, dan kehalusan. Sebaliknya watak-watak yang mencerminkan kejantanan seperti, kekasaran dan keberanian akan mendominasi.[4]
C.       Perilaku Menurut Konsep Diri
Konsep  diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan. Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan, melainkan berkembang dari pengalaman yang terus menerus dan terdiferensiasi. Dasar dari konsep diri individu ditanamkan pada saat-saat dini kehidupan anak dan menjadi dasar yang memengaruhi tingkah lakunya di kemudian hari.
Menurut Fitts bahwa konsep diri berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang. Dengan mengetahui konsep diri seseorang kita akan lebih mudah meramalkan dan memahami tingkah laku orang tersebut. Pada umumnya tingkah laku individu berkaitan dengan gagasan-gagasan tentang dirinya sendiri. Jika seseorang mempersepsikan dirinya sebagai orang yang inferior dibandingkan dengan orang lain, walaupun hal ini belum tentu benar, biasanya tingkah laku yang ia tampilkan akan berhubungan dengan kekurangan yang dipersepsinya secara subjektif tersebut.
Konsep diri seseorang dapat diketahui oleh beberapa faktor sebagai berikut (Fitts, 1971):
1.    Pengalaman, terutama pengalaman interpersonal yang memunculkan perasaan positif dan perasaan berharga.
2.    Kompetensi dalam area yang dihargai oleh individu dan orang lain
3.    Aktualisasi diri atau implementasi dan realisasi dari potensi pribadi yang sebenarnya.[5]
Pujijogjanti mengatakan ada tiga peranan penting dari konsep diri sebagai penentu perilaku:
a.    Konsep diri berperan dalam mempertahankan keselarasan batin. Pada dasarnya individu selalu mempertahankan keseimbangan dalam kehidupan batinnya. Bila timbul perasaan, pikiran dan persepsi yang tidak seimbang atau bahkan saling berlawanan, maka akan terjadi iklim psikologi yang tidak menyenangkan sehingga akan mengubah perilaku.
b.    Keseluruhan sikap dan pandangan individu terhadap diri berpengaruh besar terhadap pengalamannya. Setiap individu akan memberikan penafsiran yang berbeda terhadap sesuatu yang dihadapi.
c.    Konsep diri adalah penentu pengharapan individu. Jadi pengharapan adalah inti dari konsep diri. Konsep diri merupakan seperangkat harapan dan penilaian perilaku yang menunjuk pada harapan tersebut. Sikap dan pandangan negatif terhadap kemampuan diri menyebabkan individu menetapkan titik harapan yang rendah. Titik tolak yang rendah menyebabkan individu tidak mempunyai motivasi yang tinggi.
Berdasarkan ketiga peranan konsep diri tersebut dapat disimpulkan bahwa konsep diri selain berperan sebagai pengharapan juga berperan sebagai sikap terhadap diri sendiri dan penyeimbang batin bagi individu.[6]

IV.          KESIMPULAN
A.       Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia atau ilmu yang mempelajari gejala-gejala jiwa manusia.
B.       Teori kebutuhan menurut Maslow terdiri dari lima strata yaitu Kebutuhan fisiologis, Kebutuhan akan rasa aman, Kebutuhan akan rasa cinta dan memiliki, Kebutuhan akan harga diri, Kebutuhan akan aktualisasi diri.
C.       Konsep  diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan. Konsep diri mempunyai tiga peranan penting sebagai penentu perilaku, yaitu: Konsep diri berperan dalam mempertahankan keselarasan batin, pengalaman, dan pengharapan.





[1] Ahmad Fauzi, Psikologi Umum, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2004), hlm.  9-10
[2] Hasyim Muhammad, Dialog Antara Tasawuf dan Psikologi, (Yogyakarta: Walisongo Pers dan IKAPI, 2002), hlm. 70-73
[3] Muhammad Ali dan Muhammad Asrori, Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011), cet.VII, hlm.155
[4] Hasyim Muhammad, Dialog Antara Tasawuf dan Psikologi, hlm. 75-80
[5] Hendrianti Agustiani, Psikologi Perkembangan Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan Konsep Diri dan Penyesuain Diri pada Remaja, (Jakarta: PT. Retiks Aditama, 2009), cet.II, hlm. 138-139
[6] M. Nur Ghufron dan Rini Risnawita S, Teori-Teori Psikologi, (Jogjakarta: Ar Ruzz Media, 2010), hlm. 17-19

1 comment: