KARYA ILMIYAH

MAKNA JILBAB BAGI MAHASISWI IAIN WALISONGO SEMARANG
 
Akhir-akhir ini perempuan berjilbab sangatlah marak sekali, dari kalangan anak kecil, muda, dewasa, dan bahkan pada kalangan orang tua. Cara berjilbab mereka pun berbeda-beda, ada yang biasa, agak rumit, rumit dan sangat rumit. Macam-macam jilbab pun sekarang jadi beragam model, misalnya: pasmina, segi empat, tsunami, paris, ciput, ninja, dan masih banyak lagi yang lain.
Jilbab  dikenal di masyarakat Arab disebut abaya; Persia disebut chador; Afghanistan disebut burqa; Indo-Pakistani disebut niqab atau purdah; Malaysia/Indonesia disebut kerudung; Afrika Timur disebut buibui; dan Kanada disebut dengan syal lebih besar di kepalanya dan longgar. (Mozaik Islam di trans TV, Ahad, 23 Desember 2012). Begitu banyak istilah yang digunakan dalam memaknai Jilbab, di berbagai negara pun berbeda cara mengartikannya. Di indonesia sendiri, Jilbab dimaknai sebagai kerudung atau penutup kepala. Agar kita tidak keliru dalam mengartikan jilbab seperti apa, hendaknya kita tahu, apa yang dimaksud jilbab itu.
Kata “jilbab” adalah bahasa Arab, bersal dari kata kerja jalaba yang bermakna “menutup sesuatu dengan sesuatu yang lain sehingga tidak dapat dilihat.” Ulama berbeda pendapat tentang apa yang dimaksud dengan jilbab. Sebagian pendapat mengatakan jilbab itu mirib dengan rida’ (sorban), sebagian lagi mendefinisikannya dengan kerudung yang lebih besar dari khimar. Sebagian lagi mengartikannya dengan qina’, yaitu penutup muka atau kerudung lebar. Muhammad Said Al-Asyamawi, mantan Hakim Agung Mesir, menyimpulkan bahwa jibab adalah gaun longgar yang menutupi sekujur tubuh perempuan. Jilbab dalam Islam sangat erat kaitannya dengan masalah aurat dan soal hijab.
Secara terminologi, dalam kamus yang dianggap standar dalam Bahasa Arab, akan kita dapati pengertian jilbab seperti berikut: Lisanul Arab mengartikan Jilbab berarti selendang, atau pakaian lebar yang dipakai wanita untuk menutupi kepada, dada dan bagian belakang tubuhnya. Al Mu'jamal-Wasit mengartikan Jilbab berarti pakaian yang dalam (gamis) atau selendang (khimar), atau pakaian untuk melapisi segenap pakaian wanita bagian luar untuk menutupi semua tubuh seperti halnya mantel. Mukhtar Shihah mengartikan Jilbab berasal dari kata Ja lbu, artinya menarik atau menghimpun, sedangkan jilbab berarti pakaian lebar seperti mantel.
Hukum berjilbab pada dasarnya adalah wajib. Sebagaimana tertera dalam firman Allah SWT, Surat An Nur 31 dan Al Ahzab 59.
(....... tûøóÎŽôØuø9ur £`Ïd̍ßJ胿2 4n?tã £`ÍkÍ5qãŠã_ ( ..........
Artinya: “dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya”.(QS. An-Nur: 31)
$pkšr'¯»tƒ ÓÉ<¨Z9$# @è% y7Å_ºurøX{ y7Ï?$uZt/ur Ïä!$|¡ÎSur tûüÏZÏB÷sßJø9$# šúüÏRôム£`ÍköŽn=tã `ÏB £`ÎgÎ6Î6»n=y_ 4 y7Ï9ºsŒ #oT÷Šr& br& z`øùt÷èムŸxsù tûøïsŒ÷sム3 šc%x.ur ª!$# #Yqàÿxî $VJŠÏm§ ÇÎÒÈ
Artinya: “Hai nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, Karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.(QS. Al Ahzab: 59 )
Sebagaimana yang telah dijelaskan mengenai jilbab diatas, dan bagaimana pendapat para mahasiswi IAIN Walisongo Semarang mengenai berjilbab jika dalam tata tertib yang dikeluarkan oleh IAIN Walisongo Semarang yang tertera dalam salah satu point, menyatakan bahwa “Mahasiswi wajib mengenakan jilbab”. Apakah dengan aturan demikian memakai jilbab karena adanya peratuaran yang mewajibkan atau karena  peristiwa spiritual dari dalam dirinya, modis, trendi, tuntutan atau bahkan karena sebab yang lain.
Apakah perempuan yang berjilbab berarti bahwa tingkat keagamaan mereka diartikan meningkat? yang pasti ada banyak alasan mengapa perempuan berjilbab. Sebagian memutuskan berjilbab setelah melalui perjuangan yang panjang dan akhirnya menyakini bahwa itulah pakaian yang diwajibkan Islam. Jadi alasannya sangat teologis. Sebagian memakai jilbab karena dipaksa oleh aturan, terutama karena banyak peraturan daerah tentang harusnya berjilbab. Sebagian lagi karena alasan psikologis, tidak merasa nyaman karena semua orang dilingkungannya memakai jilbab. Ada lagi karena alasan modis, agar tampil lebih cantik dan trendi, sebagai respon terhadap tantangan dunia model yang sangat akrab dengan perempuan. Ini dibuktikan dengan semakin banyaknya toko busana muslim dan butik yang memamerkan jilbab dengan model mutakhir dan tentu saja dengan harga mahal. Bahkan, ada juga berjilbab karena alasan politis, yaitu memenuhi tuntutan kelompok Islam tertentu yang cenderung mengedepankan simbol-simbol agama sebagai dagangan politik.
IAIN Walisongo merupakan salah satu kampus yang mewajibkan mahasiswinya untuk memakai jilbab. Akan tetapi, dilihat dari kenyataannya tidak jarang mahasiswi IAIN yang hanya memakai jilbab ketika mereka berada di kampus saja. Walupun, banyak pula yang memakai jilbab dalam keseharian mereka.
Dan meurut pengamatan dan wawancara yang penulis lakukan, dan dapat mengambil kesimpulan tidak berarti mahasiswi tersebut menempuh pendidikan dari MI, MTs, MA, bahkan pernah nyantripun belum tentu ketika dalam kehidupan sehari-hari mereka mengenakan jilbab. Begitu pula sebaliknya mahasiswi yang notabennya umum dan menempuh pendidikan SD, SMP, SMA,bahkan tidak pernah nyantri sekalipun belum tentu mereka tidak memakai jilbab dalam kehidupan keseharian mereka. Karena seseorang memakai jilbab dalam kehidupan keseharian mereka berdasarkan keimanan yang dimiliki pribadi orang tersebut, dan ada pula karena aturan atau adat/ budaya.
Pakaian, seperti yang dinyatakan Quraish Shihab, memang bisa memberikan dampak psikologis baik bagi pemakainya maupun yang melihat. Beberapa hasil penelitian mendukung pernyataan ini. Costa & McCrae menemukan bahwa seseorang dapat meregulasi kepribadiannya melalui cara berpakaian. Selanjutnya bagi seseorang dengan sifat atau trait pemantauan diri (self-monitoring) yang tinggi, pakaian berpotensi digunakan melalui nilai simbolnya untuk mengubah penyajian diri (self-presentation).[1]
Quraish Shihab menemukan alasan-alasan yang menyebabkan keharusan perempuan untuk mengenakan pakaian tertutup: 1) Alasan filosofis, yang berpusat pada kecenderungan ke arah kerahiban dan perjuangan melawan kenikmatan dalam rangka melawan nafsu manusiawi (tidak kawin). 2) Alasan keamanan, misalnya agar istri cantik tidak dirampas oleh orang lain. 3) Alasan ekonomi, 4) Alasan peradaban manusia dengan rujukan al-Qur’an.[2] 



[1] Juneman, Psychology of Fashion, (Yogyakarta: Likis, 2010), hlm. 22
[2] Juneman, hlm. 29

No comments:

Post a Comment