I.
PENDAHULUAN
Al-Qur’an adalah wahyu yang diturunkan oleh
Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril as. Sejarah penurunannya
selama kurang lebih 23 tahun secara berangsur-angsur telah membari kesan yang
sangat besar dalam kehidupan seluruh manusia. Di dalamnya terkandung berbagai
ilmu, hikmah dan pengajaran yang tersurat maupun tersirat.
Sebagai umat Islam, kita haruslah berpegang
kepada Al-Qur’an dengan membaca, memahami, dan mengamalkan serta
menyebarluaskan ajarannya. Bagi mereka yang mencintai dan mendalaminya akan
mengambil iktibar serta pengajaran, lalu menjadikannya sebagai panduan dalam
meniti kehidupan dunia menuju akhirat yang kekal abadi.
Pada saat masa Nabi Muhammad SAW, banyak sekali
penentang-penentang nabi Muhammad yang tidak
percaya terhadap apa yang telah diturunkan
oleh Allah SWT kepadanya. Al-Quran adalah
kalam Allah yang sekaligus mukjizat yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
sampai kepada umatnya secara al-tawatur
(langsung dari Rosul kepada umatnya).
Al-Qur’an berada tepat dijantung kepercayaan
muslim dan berbagai pengalaman keagamaannya.
Tanpa pemahaman yang semestinya
terhadap Al-Qur’an, kehidupan pemikiran dan
kebudayaan muslim tentunya akan sulit
dipahami. Oleh karena itu kita akan
membahas sejarah pengumpulan Al-Qur’an yang
sangat banyak problema didalamnya.
II. RUMUSAN MASALAH
A. Bagaimana Pengumpulan Al-Qur’an (menghafal) Pada Masa Nabi?
B. Bagaimana Pengumpulan Al-Qur’an Pada Masa Abu Bakar?
C. Bagaimana Pengumpulan Al-Qur’an Pada Masa Usman bin Affan?
D. Apa Manfaat Pengumpulan Al-Qur’an?
III. PEMBAHASAN
A. Pengumpulan Al-Qur’an (menghafal) Pada Masa Nabi
Dalam sejarah Al-Qur’an ada istilah pengumpulan Al-Qur’an, yaitu usaha
penghimpunan berkas-berkas Al-Qur’an yang tercecer di tangan para sahabat untuk
kemudin berkas-berkas tersebut disatukan sebagai Mushaf. Ada juga
istilah lain yaitu Penjagaan Al-Qur’an, maksudnya adalah usaha umat Islam yang
hidup pada era wahyu dan generasi setelahya untuk selalu menjaga keaslian
redaksi Al-Qur’an, yaitu dengan menghafalkan, membaca dan mengajarkannya secara
verbal. Baik usaha pengumpulan maupun penjagaan ini kemudian dikenal dalam
studi Al-Qur’an dengan istiah Jam’ul al-Qur’an.[1]
Pengumpulan Qur’an (Jam’ul Qur’an) menurut para ulama’ memiliki dua
pengertian; Pertama, pengumpulan dalam arti hifzuhu (menghafalnya dalam
hati). Jumma’ul Qur’an artinya huffazuhu (penghafal-penghafalnya,
orang yang menghafalkannya di dalam hati). Inilah makna yang dimaksudkan dalam
firman Allah kepada Nabi, Nabi senantiasa menggerak-gerakkan kedua bibir dan
lidahnya untuk membaca Al-Qur’an ketika Al-Qur’an itu turun kepadanya sebelum
Jibril selesai membacakannya, karena ingin menghafalkannya:[2]
“Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk
(membaca) Al Quran Karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya atas
tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai)
membacanya. Apabila kami Telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya
itu. .Kemudian, Sesungguhnya atas tanggungan kamilah penjelasannya.”(Q.S Al-Qiyamah [75]: 16-19).
Al-Qur’an turun kepada Nabi Muhammad SAW yang Ummi (tidak bisa baca-tulis).
Karena itu perhatian Nabi hanyalah dituangkan untuk sekedar menghafal dan menghayati, agar ia dapat menguasai
Al-Qur’an yang diturunkan. Bangsa Arab pada saat itu belum banyak yang dapat
membaca dan menulis, namun pada umumya mereka memiliki daya ingatan yang sangat
kuat.[3]
Rasulullah selalu merindukan wahyu dari Allah, sehingga ia selalu menghafal
dan memahaminya dan oleh sebab itu sering disebut hafiz (penghafal) Al-Qur’an
pertama dan merupakan contoh paling baik bagi para sahabat dalam menghafalnya,
sebagai realisasi kecintaan mereka kepada pokok agama dan sumber risalah. Al-Qur’an
diturunkan selama kurang lebih dua puluh tiga tahun. Setiap kali sebuah ayat turun,
dihafal dalam dada dan ditempatkan dalam hati.
Kedua, pengumpulan dalam
arti kitabatuhu kullihi (penulisan Al-Qur’an semuanya) baik dengan
memisah-misahkan ayat-ayat dan surah-surahnya, atau menertibkan ayat-ayat
semata dan setiap surah ditulis dalam satu lembaran secara terpisah, ataupun
menertibkan ayat-ayat dan surah-surahnya dalam lembaran-lembaran yang terkumpul
yang menghimpun semua surah sebagiannya ditulis sesudah bagian yang lain.[4]
Pada setiap kali Rasulullah SAW. menerima wahyu yang berupa ayat-ayat
Al-Qur’an beliau membacanya di depan para sahabat, kemudian para sahabat
menghafalkan ayat-ayat tersebut sampai hafal di luar kepala. Namun kemudian
beliau menyuruh Kuttab (penulis wahyu) untuk menuliskan ayat-ayat yang
baru diterimanya itu.[5]
Jadi pada dasarnya pengumpulan Al-Qur’an pada masa Nabi, masih berupa
hafalan, karena Nabi adalah orang yang Ummi (tidak bisa baca-tulis). Sehingga
seluruh wahyu yang diberikan dari Allah melalui malaikat Jibril langsung
dihafalkan dan dipahami di dalam hati.
B. Pengumpulan Al-Qur’an Pada Masa Abu Bakar
Setelah Rasulullah wafat dan Abu Bakar menjadi khalifah, bergeraklah
Musailamah al-Kadzdzab menda’wakan dirinya sebagai seorang Nabi. Dia
mengembangkan khurafatnya dan kebohongan-kebohongan. Sehingga dia dapat
mempengaruhi Banu Hanifah dari penduduk Yamamah lalu mereka menjadi murtad.
Ketika Abu bakar mengetahui tindakan Musailamah itu, beliau menyiapkan suatu
pasukan tentara untuk menggempur mereka. Dan banyaklah para sahabat yang hafal
Al-Qur’an gugur dalam peperangan itu, kurang lebih 700 sahabat.[6]
Melihat yang demikian (banyak sahabat penghafal Al Quran yang gugur),
tibullah hasrat Umar bin Khotob untuk meminta kepada Abu Bakar agar Al- Qur’an
itu dikumpulkan. Beliau khawtir akan berangsur-angsur hilang Al–Qur’an, kalau
hanya dihafal saja, karena para penghafalnya kian bertambah kurang.
Abu ‘Amr dalam kitab Al Muhkam menerangkan bahwa Zaid ibnu Tsabit: “Umar
ibn Khattab datang kepada Abu Bakar, lalu mengatakan bahwa peperangan Zamamah telah
banyak memusnahkan para Qurra. Aku takut akan kehilangan al- Quran, karena itu
aku minta supaya tuan menuliskannya”.
Zaid ibn Tsabit dalam menyelenggarakan tugasnya dibantu oleh beberapa anggot
lain, semuanya penghafal Al–Qur’an, yaitu Ubay ibn Ka’ab, Ali bin Abi Thalib
dan Usman bin Affan. Mereka berulang kali mengadakan pertemuan dan mereka
mengumpulkan tulisan-tulisan yang mereka tuliskan di masa Nabi.
Maka dengan usaha tersebut, terkumpullah Al- Qur’an di dalam suhuf dari
lembaran-lembaran kertas. Dalam pada itu, ada juga riwayat yang menerangkan,
bahwa usaha tersebut menulis Al- qur’an dalam suhuf-suhuf yang terdiri dari
kulit dn pelepah kurma. Inilah pengumpulan pertama.[7]
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengumpulan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar
terjadi ketika banyak penghafal Al-Qur’an yang gugur dalam perang, sehingga
timbul pemikiran untuk mengumpulkan Al-Qur’an.
C. Pengumpulan Al-Qur’an Pada Masa Usman bin Affan
Penyebaran Islam bertambah luas dan para Qurra pun tersebar di berbagai
wilayah dan penduduk di setiap wilayah itu memepelajari qiraat (bacaan) dari
qari yang dikirim kepada mereka. Cara-cara pembacaan atau qiraat Al-
Quran yang mereka bawakan berbeda-beda sejalan dengan perbedaan huruf yang
dengannya Al- Quran duturunkan. Sebagian ada yang merasa heran karena adanya
perbedaan qiraat ini. Adapula yang merasa puas karena mengetahui bahwa
perbedaan-perbedaan itu semunya disandarkan kepada Rasulullah SAW.
Ketika terjadi perang Armenia dan Azarbijan dengan penduduk Irak, diantara
orang yang ikut menyerbu kedua tempat itu ialah Khudzaifah bin Al Yaman. Ia
melihat banya perbedaan dalam cara-cara membaca Al Quran. Meliha kenyataan
demikian Khuzaimah segera menghadap Usman dan melaporkan kepadanya apa yang
telah dilihatnya. Usman juga memberi tahu kepada Khuzaimah bahwa sebagian
perbedaan itu pun akan terjadi pada orang-orang yang mengajarkan qiraat kepada
anak-anak. Para sahabat amat memprihatinkan kenyataan ini karena takut
kalau-kalau perbedaan itu akan menimbulkan penyimpangan dan perubahan. Mereka
bersepakat untuk menyalin lembaran-lembaran pertama yang ada pada Abu Bakar dan
menyatukan umat Islam pada lembaran-lembaran itu dengan bacaan yang tetap pada
satu huruf.
Usman kemudian mengirimkan utusan kepada Hafsah (untuk meminjamkan
mushaf Abu Bakar kepadanya) dan Hafsah pun mengirimkan lembaran-lembaran itu
kepadanya kemudian Usman memanggil Zaid bi tsabit Al Ansari, Abdullah bin
Zubair, Said bin ‘Ass, dan Abdurrahman Harits bin Hisyam, lalu memerintahkan
mereka agar menyalin dan memperbanyak mushaf, serta memerintahkan pula agar apa
yang diperselisihkan Zaid dengan ketiga orang Quraisy itu ditulis dalam bahasa
Quraisyi.
Mereka melaksanakan perintah itu. Setelah mereka selesai menyalinnya jadi
beberapa mushaf, Usman mengembalikan lembaran-lembaran asli itu kepada Hafsah.
Selanjutnya Usman mengirimkan ke setiap wilayah mushaf baru tersebut dan
memerintahkan agar semua Al- Quran atau mushaf lainnya dibakar. Zaid berkata
“ketika kami menyalin mushaf, saya teringat akan satu ayat dari surat Al Ahzab
yang pernah aku dengar dibacakan oleh Rasulullah SAW, maka kami mencarinya dan
kami dapatkan pada Khuzaimah bin tsabit Al- Anshari. Ayat itu ialah,[8]
Di
antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang Telah
mereka janjikan kepada Allah; Maka di antara mereka ada yang gugur. dan di
antara mereka ada (pula) yang menunggu- nunggudan mereka tidak merobah
(janjinya). (Q.S Al-Ahzab: 23)
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa pengumpulan Al-Qur’an pada masa Usman
bin Affan, terjadi ketika banyak terjadi perbedaan-perbedaan dalam cara-cara
membaca Al Quran. Sehingga Usman memerintah untuk menyatukan Al-Qur’an dalam
satu bacaan yang dapat menyatukan umat Islam pada lembaran-lembaran itu dengan
bacaan yang tetap pada satu huruf.
D. Manfaat Pengumpulan Al-Qur’an
Pemeliharaan al-Qur’an, yang dimulai dengan
penghafalan oleh para sahabat di zaman Rasulullah saw., pengumpulan berupa
mushaf pada masa Khalifah Abu Bakar dan penulisannya pada masa Usman bin Affan
manfaatnya telah dirasakan di masa sekarang ini, yaitu terpeliharanya keaslian
dan keotentikan redaksi al-Qur’an. Sekiranya ayat-ayat Al-Qur’an sampai kini
masih diatas pelepah tamar atau yang lainnya, maka sudah barang tentu pelepah
tamar tersebut lama kelamaan akan lapuk dan hancur bercerai berai. Demikian
pula yang dihafal oleh para sahabat akan hilang seiring dengan wafatnya banyak sahabat
yang hafal al-Qur’an di medan perang.
Ada beberapa manfaat yang dapat diambil oleh
umat manusia dengan terpeliranya al-Qur’an yaitu :
1.Al-Qur’an menjadi satu-satunya kitab suci
yang sama sekali redaksinya tidak pernah mengalami perubahan. Apa yang dibaca
dari isi Al-Qur’an sekarang adalah sama dengan apa yang dibaca oleh para sahabat
empat belas abad yang lalu.
2. Terpeliharanya keotentikan Al-Qur’an
menjadikannya sebagai sumber pertama ajaran Islam, ia berisi nilai-nilai ajaran
yang bersifat global, unversal, dan mendalam karena itu perlu penjelasan lebih
lanjut. Di sinilah pentingnya peranan tafsir guna menjelaskan lebih lanjut
mengenai apa yang dimaksud Al-Qur’an.
3. Al-Qur’an menjadi al-furqan yang berarti
pembeda. Dengan membaca dan memahami al-Qur’an, orang dapat membedakan dan
memisahkan antara yang hak dan yang batil. Selain itu al-Qur’an juga menjadi
az-zikra, yaitu peringatan yang mengingatkan manusia akan posisinya sebagai
mahluk Allah yang memiliki tanggung jawab.
4. Terpeliharanya keotentikan dan keaslian
redaksi Al-Qur’an, menjadikannya sebagai sumber ilmu pengetahuan. Di dalamnya
terdapat berbagai petunjuk yang tersurat dan tersirat yang berkaitan dengan
ilmu pengetauan. Isyarat-isyarat ilmiah al-Qur’an ternyata dapat dibuktikan
kebenarannya oleh ilmuan di abad modern saat ini.
Fungsi- fungsi al-Qur’an tersebut di atas
tidak mungkin dapat tercapai seandainya al-Qur’an tidak dijaga keaslian dan
keotentikan redaksinya, sejak masa turunnya samapai sekarang, oleh karena itu
menjadi tanggaung jawab setiap umat islam untuk senatiasa menghafal, memehami
dan mengkaji isi al-Qur’an.[9]
IV. KESIMPULAN
Pengumpulan Qur’an (Jam’ul Qur’an)
menurut para ulama’ memiliki dua pengertian; Pertama, pengumpulan dalam arti hifzuhu (menghafalnya dalam
hati). Jumma’ul Qur’an artinya huffazuhu (penghafal-penghafalnya,
orang yang menghafalkannya di dalam hati).
Kedua,
pengumpulan dalam arti kitabatuhu kullihi (penulisan Al-Qur’an semuanya)
baik dengan memisah-misahkan ayat-ayat dan surah-surahnya, atau menertibkan
ayat-ayat semata dan setiap surah ditulis dalam satu lembaran secara terpisah,
ataupun menertibkan ayat-ayat dan surah-surahnya dalam lembaran-lembaran yang
terkumpul yang menghimpun semua surah sebagiannya ditulis sesudah bagian yang
lain.
Rasulullah selalu merindukan wahyu dari Allah,
sehingga ia selalu menghafal dan memahaminya dan oleh sebab itu sering disebut hafiz
(penghafal) Al-Qur’an pertama dan merupakan contoh paling baik bagi para
sahabat dalam menghafalnya, sebagai realisasi kecintaan mereka kepada pokok
agama dan sumber risalah.
Abu ‘Amr dalam kitab Al Muhkam menerangkan
bahwa Zaid ibnu Tsabit: “Umar ibn Khotob datang kepada Abu Bakar, lalu
mengatakan bahwa peperangan Zamamah telah banyak memusnahkan para Qurra. Aku
takut akan kehilangan al- Quran, karena itu aku minta supaya tuan
menuliskannya”.
Ketika terjadi perang Armenia dan Azarbijan
dengan penduduk Irak, diantara orang yang ikut menyerbu kedua tempat itu ialah
Khudzaifah bin Al Yaman. Ia melihat banya perbedaan dalam cara-cara membaca Al
Quran. Meliha kenyataan demikian Khuzaimah segera menghadap Usman dan
melaporkan kepadanya apa yang telah dilihatnya.
Usman kemudian mengirimkan utusan kepada Hafsah
(untuk meminjamkan mushaf Abu Bakar kepadanya) dan Hafsah pun mengirimkan
lembaran-lembaran itu kepadanya kemudian Usman memanggil Zaid bi tsabit Al
Ansari, Abdullah bin Zubair, Said bin ‘Ass, dan Abdurrahman Harits bin Hisyam,
lalu memerintahkan mereka agar menyalin dan memperbanyak mushaf.
Ada beberapa manfaat yang dapat diambil oleh
umat manusia dengan terpeliranya al-Qur’an yaitu : (1) Al-Qur’an menjadi
satu-satunya kitab suci yang sama sekali redaksinya tidak pernah mengalami
perubahan. (2) Terpeliharanya keotentikan Al-Qur’an menjadikannya sebagai
sumber pertama ajaran Islam. (3) Al-Qur’an menjadi al-furqan yang berarti
pembeda. (4) Terpeliharanya keotentikan dan keaslian redaksi Al-Qur’an,
menjadikannya sebagai sumber ilmu pengetahuan.
V. PENUTUP
Demikianlah makalah ini kami buat, kami menyadari dalam pembuatan
makalah ini banyak sekali kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari
para pembaca sangat kami nanti-nantikan demi perbaikan makalah selanjutnya.
Semoga makalah ini bermanfaat. Amiiiin
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qattan, Manna’ Khalil, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an,
terj. Drs. Mudzakir, Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2007
Ash-Shidiqy, Muhammad Hasbi, Sejarah dan Pengantar
Ilmu Al-Qur’an /Tafsir, Jakarta: Bulan Bintang, 1989
Madyan, Ahmad Shams, Peta Pembelajan Al-Qur’an,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008
Syadali, Ahmad dan Ahmad Rofi’I, Ulumul Qur’an 1,
Bandung: CV Pustaka Setia, 2000
[1] Ahmad Shams
Madyan, Peta Pembelajan Al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008),
hlm. 76-77
[2] Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, terj. Drs.
Mudzakir, (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2007), hlm. 178
[3] Ahmad Syadali
dan Ahmad Rofi’I, Ulumul Qur’an 1, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2000),
hlm. 64-64
[5] Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’I, Ulumul Qur’an 1, hlm. 65
[6] Muhammad Hasbi Ash-Shidiqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an /Tafsir,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1989), hlm. 83-84
Mainkan semua jenis permainan dalam 1 User ID dan dapatkan bonus welcome 50% serta bonus deposite 10% tanpa syarat dan Rollingan 1% setiap minggu nya :)
ReplyDeleteARTIKEL SLOT
ARTIKEL POKER
ARTIKEL CASINO
DAFTAR SLOT
DAFTAR POKER
SLOT VAVA
AGEN PLAYTECH
AGEN SLOT GAME
AGEN JOKER123
MABAR99
AGEN POKER ONLINE
BANDAR CEME
AGEN OMAHA
SLOTACE333
AGEN CASINO ONLINE TERBAIK
LIVE CASINO
BANDAR CASINO
CASINO ONLINE
ROULETTE