tafsiran QS. Al-baqarah ayat 285 dan Qs. Ar-Rum ayat 30


PENDIDIKAN KEIMANAN PERSPEKTIF AL-QUR’AN
I.         RUMUSAN MASALAH
A.       Bagaimana Tafsiran Q.S Al- Baqarah ayat 285?
B.       Bagaimana Tafsiran Q.S Al- Rum ayat 30?
II.      PEMBAHASAN
A.    Tafsiran Q.S Al- Baqarah ayat 285
Artinya: “Rasul Telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat." (mereka berdoa): "Ampunilah kami Ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat  kembali." (Al- Baqarah ayat 285).[1]

Dalam ayat ini Allah menuntun manusia agar beriman dengan meniru Rasul yang beriman kepada kitab suci Al-Qur’an yang telah diturunkan-Nya, beriman kepada malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, agar kita termasuk golongan orang-orang yang beriman.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mempunyai pengaruh yang positif dalam jiwa, salah satu pengaruh iman dalam jiwa mereka adalah: jiwa mereka menjadi bersih, berhati suci, dan mempunyai cita-cita sangat tinggi. Dengan demikian, mereka mampu melahirkan berbagai keajaiban yang sangat menakjubkan, yakni mampu menaklukan berbagai negara dan bangsa.
Mereka semua beriman kepada Allah dan kekuasaan-Nya. Juga terhadap kebijaksanaan Allah yang sempurna dalam menata makhluk. Mereka beriman kepada para malaikat dan tugas mereka sebagai duta kepada para rasul-Nya untuk menyampaikan wahyu Allah kepada para Nabi-Nya. Sedang mngenai zat dan jenis mereka (para malaikat) dan pekerjaan-pekerjaan yang mereka lakukan, adalah tidak mendapatkan izin bagi manusia untuk mengetahuinya. 
Masing-masing mereka beriman secara keseluruhan terhadap universalitas Al-Qur’an, dan beriman terhadap apa yang dirincikan di dalam Al-qur’an. Mereka beriman bahwa Allah telah menurunkan kitab-kitab-Nya kepada para Rasul untuk memberi petunjuk kepada umat manusia.[2]

Mereka mengatakan, “Rasulullah telah menyampaikan kepada kami, dan kami mendengarkan ucapannya dengan penuh perhatian dan pengertian. Kami pun taat tehadap apa yang disampaikannya yang berupa perintah dan larangan, dengan ketaatan yang sungguh-sungguh.”
Jelas hal semacam ini merupakan pendorong yang kuat terhadap jiwa untuk beramal seperti apa yang diperintahkannya, kecuali jika secara insidentil terjadi halangan yang menghambat kelancaran pengalamannya. Orang-orang yang ikhlas dalam keimanan mereka,akan melakukan intropeksi terhadap diri mereka sendiri apabila terjadi sedikit kelalaian yang disebabkan adanya halangan yang mendadak. Mereka tidak mau melakukan hanya kesempurnaan yang memang didambakannya.[3]

B.     Tafsiran Q.S Al- Rum ayat 30
Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”(QS. Al-Rum: 30)[4]

Ayat diatas menjelaskan bahwasanya Allah menyuruh Nabi Muhammad untuk tetap menghadapkan muka kepada-Nya dalam rangka melaksanakan dakwah menyebarkan agama Allah kepada seluruh umat manusia. Agama Allah merupakan ciptaan (fitrah)-Nya untuk kebaikan seluruh umat manusia. Agama Islam yang benar ini pasti akan terus berkembang dan diikuti oleh manusia-manusia yang lain, meskipun orang-orang Mekah menolaknya. Nabi tidak perlu terlalu bersedih hati, tetapi tetap melaksanakan dakwah, dan terus menghadapkan wajah kepada Allah, dalam artian melaksanakan tugas-tugas dari-Nya.[5]
Lebih singkatnya Ayat diatas Allah menyuruh Nabi Muhammad meneruskan tugasnya dalam menyampaikan dakwah, dengan membiarkan kaum musyrik yang keras kepala itu dalam kesesatannya.
Dalam kalimat “maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus dengan agama (Islam): (sesuai) firman Allah, terdapat perintah Allah kepada Nabi Muhammad untuk mengikuti agama yang lurus yaitu agama Islam, dan mengikuti fitrah Allah. Pendapat lain mengatakan bahwa kalimat itu berarti Allah memerintahkan agar kaum muslimin mengikuti agama Allah yang telah dijadikan-Nya bagi manusia. Di sini “fitrah” diartikan “agama” karena manusia dijadikan untuk melaksanakan agama itu.[6]
Selanjutnya Allah SWT. mengemukakan alasan wajib melaksanakan perintah-Nya melalui firman berikutnya:

Tidak layak fitrah Allah diganti atau dirubah. Ini adalah kalimat berita yang mengandung makna perintah, jadi seolah-olah dikatakan, “janganlah kalian mengganti agama Allah dengan kemusyrikan.”
Penjelasannya, bahwa akal manusia itu seakan-akan lembaran yang putih bersih dan siap untuk menerima tulisan yang akan dituangkan diatasnya, dan ia seperti lahan yang dapat menerima semua apa yang akan ditanamkan kepadanya. Dalam artian, jiwa manusia itu datang kepadanya berbagai macam agama dan pengetahuan, lalu ia menyerapnya, akan tetapi hal-hal yang baiklah yang paling banyak diserapnya. Penguat dari pernyataan ini adalah:

Hal yang Aku perintahkan kalian itu, yaitu ajaran tauhid (agam yang lurus), ia adalah agama haq, tiada kebengkokan dan tiada pula penyimpangan di dalamnya.
Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui, demikian itu karena mereka tidak mau menggunakan akalnya guna memikirkan bukti-bukti yang jelas yang menunjukkan kepada ketauhidan ini.[7]
Menurut Prof. Dr. Omar Mohammad al-Toumy al-Syibany kepentingan beriman dan faedahnya tidak dinikmati oleh pribadi saja, tetapi juga masyarakat seluruhnya. Tidak dapat disangkal bahwa masyarakat yang rata-rata penduduknya kuat beriman kepada Allah lebih aman, stabil bersatu, kuat dan maju. Masyarakat atau umat tanpa iman adalah umat yang lemah dan tidak berdaya. Masa depannya kabur dan tergugat. Berbelit-belit dan tipu akan meleluasa dikalangan anggotanya.[8]
Sehingga dapat dikatakan sesungguhnya beriman merupakan kewajiban bagi semua insan. Dengan iman kita bisa mendapatkan manfaat yang banyak baik bagi diri kita maupun orang disekitar kita.

III.   ANALISIS
Pendidikan keimanan adalah salah satu pendidikan Islam dimana dalam tahap ini, iman berusaha ditancapkan secara kokoh didalam hati insan manusia baik dalam usia dini maupun yang lainnya. Dengan iman yang kuat yang telah tertancap pada diri insan manusia maka dalam berpegang agama Islam pun manusia akan semakin mantap menjalaninya.
Iman yang telah tertancap pada diri manusia akan mempengaruhi aktivitas dan kesehariannya secara reflect. Dalam hal ini secara otomatis, apabila ia hendak melakukan sesuatu pastilah mereka akan memikirkannya terlebih dahulu berdasarkan keyakinan yang dipegangnya. Jadi, perilaku yang hendak muncul seakan-akan disaring melalui berbagai persepsi dirinya seberapa besar manfaat dan madharat yang dihasilkannya apabila perbuatan itu mereka lakukan.
Iman merupakan pilar yang mendasari keislaman seseorang. Dalam agama islam sering kita dengar adanya iman, Islam dan ihsan. Dalam pernyataan diatas, iman didahulukan dikarenakan keimanan seseorang yang baik akan mempengaruhi ajaran Islam dan apabila keduanya telah menyatu maka wujudlah ihsan. Dengan derajat ihsan tersebut manusia dapat dikatakan manusia yang sempurna dalam hal agama. Sebab dengan menyatunya ketiga pilar tersebut, berarti seseorang telah mampu mengadaptasikan perilakunya dengan pemikiran-pemikiran yang berlandaskan agama Islam.


DAFTAR PUSTAKA

Al-maraghi, Ahmad Musafa, Tafsir Al-Maragi, terj. Bahrun Abubakar dkk, juz. 21 Semarang: CV. Toha Putra. 1992
                   , Ahmad Mushtofa. Tafsir AL-Maraghi. terj. Bahrun Abu Bakar dkk. juz 3. Semarang: CV. Toha Putra. 1989
Al-Syaibany, Omar Mohammad Al-Taumy. Filsafat Pendidikan Islam. terj. Dr. Hasan Langgulung. Jakarta: Bulan Bintang. t.t
RI, Departemen Agama. Al-Qur’an dan Tafsirnya. Jakarta: Lentera Abadi. 2010
RI, Departemen. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: Diponegoro. 2005


[1] Departemen RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro, 2005), hlm. 49
[2] Ahmad Mushtofa Al-Maraghi, Tafsir AL-Maraghi, terj. Bahrun Abu Bakar, dkk, (Semarang: CV. Toha Putra, 1989), juz 3, hlm.145-146
[3] Ahmad Mushtofa Al-Maraghi, Tafsir AL-Maraghi, terj. Bahrun Abu Bakar, dkk, juz 3, hlm.147
[4] Departemen RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro, 2005), hlm. 407
[5] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), hlm. 495
[6] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, hlm. 496
[7] Ahmad Musafa Al-maraghi, Tafsir Al-Maragi, terj. Bahrun Abubakar dkk, juz. 21,(Semarang: Toha Putra, 1992) hlm. 83-84
[8] Prof. Dr. Omar Mohammad al-Taumy al-Syaibany, Filsafat Pendidikan Islam, terj. Dr. Hasan LangguluAng (Jakarta: Bulan Bintang, t.t), hlm. 182

2 comments: