ISLAM DI THAILAND
I. PENDAHULUAN
Seperti telah kita ketahui
bersama, Thailand adalah negara yang sering dikenal sebaga negeri gajah putih atau Muangthai, atau Muangthai Risabdah, atau
Siam,. Negara ini juga terkenal sebagai tujuan wisata para
turis dari seluruh dunia. Bidang pertanian juga merupakan salah satu andalan
dari negeri ini. Hampir seluruh hasil pertanian dan perkebunan yang berasal
dari Thailand merupakan produk unggulan.
Thailand
merupakan salah satu dari negara Asia Tenggara yanng apabila ditinjau dari
sudut agama yang dianut oleh penduduknya, mayoritas beragama budha. Umat Islam
adalah minoritas dari jumlah totalitas penduduk Thailand, yaitu yang
disebut dengan patani, daerah ini
meliputi propinsi yala, Narathiwat, patani, setul dan sebagian Senggora, dihuni
oleh sekitar 5 juta jiwa yakni 80% dari jumlah seluruh penduduk Thailand yanng
berjumlah 65 juta jiwa.
Masuknya
Islam ke patani tidak bisa dilepaskan dengan masuknya Islam ke Asia Tenggara.
Rentetan penyiaran Islam di Nusantara ini merupakan satu kesatuan dari mata
rantai proses Islamisasi di Nusantra. Bukti paling awal yang bisa di tunjukkan
tentang kedatangan Islam ke patani adalah di temukannya batu tulis (prasasti)
di sungai Teras Terengganu. Thailand
dikenal sebagai sebuah negara yang pandai menjual potensi pariwisata sekaligus
sebagai salah satu negara agraris yang cukup maju di Asia Tenggara. Mayoritas
penduduk Thailand adalah bangsa Siam, Tionghoa dan sebagian kecil bangsa
Melayu.
II. RUMUSAN MASALAH
A. Bagaimana Latar belakang Masuknya Islam di Thailand?
B. Bagaimana Kondisi Sosial dan Budaya Setelah Masuknya Islam di Thailand
C. Bagaimana Perubahan Politik di Thailand Setelah Masuknya Islam?
D. Bagaimana Trend Islam Masa Kini di Thailand?
I II. PEMBAHASAN
A. Latar belakang Masuknya Islam di Thailand
Negara Thailand di
wilayah darat
berbatasan dengan Myanmar (Burma) di sebelah barat dan Utara, Laos di utara dan
timur, Kamboja (Cambodia) di timur, dan Malaysia di selatan. dengan luas
wilayah sekitar 514.000 km2, luas Thailand hanya sekitar seperempat dari luas
Indonesia. Demikian juga dengan penduduknya.
Data pada bulan Juli 2006 menunjukkan bahwa penduduk Thailand berjumlah 64 juta
jiwa, seperempat dari jumlah penduduk Indonesia.[1]
Islam datang ke Thailand dengan perantaraan pedagang yang berasal dari Arab
dan India. Para pedagang dari Arab dan India disebut Khek Islam
(pedagang Islam) oleh penduduk setempatpara pedagang tersebut meminta raja Siam
untuk mendirikan masjid. Permohonan mereka dikabulkan oleh raja maka
didirikanlah masjid Bangkok Noi (Bangkok Kecil). Islam disebarkan di
Siam melalui hubungan dagang dan perkawinan.[2]
Thailand adalah salah satu dari
Negara Asia Tenggara yang apabila ditinjau dari sudut agama yang dianut oleh
penduduknya, mayoritas beragama Budha. Umat Islam adalah penduduk minoritas
dari jumlah totalitas penduduk Thailand. Mayoritas umat Islam di Thailand
tinggal di wilayah selatan Thailand, yaitu di daerah yang disebut Patani,
daerah ini meliputi provinsi Yala, Narathiwat, Patani, Setul, dan sebagian
Senggora, dihuni oleh sekitar 5 juta jiwa, yakni 8 % dari jumlah seluruh
penduduk Thailand yang berjumlah 65 juta jiwa. Di wilayah ini dihuni oleh
sekitar 85 % masyarakat muslim.
Ada beberapa pendapat mengenai kapan
masuknya Islam di Thailand, yaitu: pertama, di Semenanjung Tanah Melayu
ditemukan batu nisan seorang waliyullah keturunan arab bertarikh 1029. Kedua,
ditemukannya batu nisan di Champa yang bertarikh 1039. Dan ketiga, ditemukannya
batu bertulis (prasasti) di sungai Teras Terengganu. Menurut catatan ditemukan
pada tulisan bertarikh 4 Rajab tahun 702 H bersamaan dengan 22 Februari 1387.
Sejarah awal Patani diperkirakan
muncul pada tahun 1390. Raja Islam pertama Kerajaan Patani adalah Sultan Ismail
Syah (1500-1530). Beliaulah peletak dasar Kerajaan Melayu Islam Patani. Sejak
kemunculan Kerajaan Islam Patani ini selalu saja terjadi perjuangan untuk
melepaskan diri dari pengaruh Siam. Sultan Midzaffar Syah (1530-1564) pernah
berupaya dua kali untuk menyerang dan menundukkan kota Ayuthia ibu kota
kerajaan Siam tetapi gagal.
Zaman kejayaan Patani mulai menurun
sejak zaman akhir pemerintahan Raja Kuning (16355-1686). Sejak saat itu mulai
mengalami penurunan perannya dalam berbagai hal. Kekacauan politikpun muncul
dan hal ini tentu berpengaruh kepada perkembangan dan pertumbuhan ekonomi.
Konflik antara Siam dan Patani terus
berlangsung. Perang terbesar terjadi pada tahun 1832, Patani bergabung dengan
Kedah, Klantan, dan Trengganu meghadapi Siam, akan tetapi peperangan itu di
akhiri dengan kemenangan Siam.
Sejak era itu kekuasaan Siam atas
Patani semakin kokoh. Dan pada tahun 1890-an, kerajaan Siam menghapuskan
kekuasaan raja-raja di Melayu. Rencana Siam itu mendapat tantangan keras dari
Tengku Abdul Kadir raja Patani terakhir. Beliau meminta bantuan kepada Fang Swettenham,
Gubernur nageri-negeri Selat dan negeri-negeri Melayu bersekutu serta kerajaan
inggris agar bisa membantu rakyat Patani. Akan tetapi usaha itu gagal,
kemudian, bahkan Tengku Abdul Kadir dan beberapa orang Melayu dipenjarakan dan
diturunkan dari tahta kerajaan.
Pada tahun 1909 ditandatangani
sebuah perjanjian perbatasan yang disebut dengan “Perjanjian Sembadan” yang
dalam perjanjian itu ditetapkan bahwa Patani menjadi bagian dari nageri Siam
atau Thailand.[3]
Dari jumlah enam juta Muslim di
Thailand pada pada tahun 1982 sekitar empat juta adalah Muslim melayu yang
hidup di provinsi-provinsi selatan. Muslim di Bangkok berjumlah sekitar 800.000
orang, keturunan para tawanan yang dibawa dari negera-negera melayu. Misalnya,
pada tahun 1979, empat ribu Muslim Patani ditawan daan dibawa ke Bangkok. Para
imigranpaksaan ini kemudian bercampur dengan para imigran muslim lainnya.
Muslim lain di Thailand Tengah juga keturunan para tawanan yang bercampur
dengan muslim muallaf setempat.
Jumlah mereka sekitar satu juta orang. Muslim di Timur Laut dan sebagian
wilayah utara adalah keturunan Champa yang dibawa Kamboja ketika ditaklukkan
oleh Thailand. Banyak muallaf Thai di dua wilayah ini.[4]
B. Kondisi Sosial dan Budaya Setelah Masuknya Islam di Thailand
Penduduk muslim Thailand sebagian besar berdomisili di bagian selatan
Thailand, seperti di propinsi Pha Nga, Songkhla, Narathiwat dan sekitarnya yang
dalam sejarahnya adalah bagian dari Daulah Islamiyyah Pattani. Dengan jumlah
umat yang menjadi minoritas ini, walau menjadi agama kedua terbesar setelah
Budha, umat Islam Thailand sering mendapat serangan dari umat Budha (umat Budha
garis keras), intimidasi, bahkan pembunuhan masal. Islam berada di daerah yang
sekarang menjadi bagian Thailand Selatan sejak awal mula penyebaran Islam dari
jazirah Arab. Hal ini bisa kita lihat dari fakta sejarah, seperti lukisan kuno
yang menggambarkan bangsa Arab di Ayuthaya, sebuah daerah di Thailand. Dan juga
keberhasilan bangsa Arab dalam mendirikan Daulah Islamiyah Pattani menjadi bukti
bahwa Islam sudah ada lebih dulu sebelum Kerajaan Thai. Dan lebih dari itu,
penyebaran Islam di kawasan Asia Tenggara merupakan suatu kesatuan dakwah Islam
dari Arab, di masa khilafah Umar Bin Khaththab.
Secara garis besar, masyarakat muslim Thailand dibedakan menjadi 2;
masyarakat muslim imigran (pendatang) yang berlokasi di kota Bangkok dan Chiang
Mai (Thailand tengah dan utara), dan masyarakat muslim penduduk asli, yang
berada di Pattani (Thailand selatan). Tetapi dalam tatanan sosial, muslim Thailand
mendapat julukan yang kurang enak, yaitu khaek (pendatang, orang luar, tamu).
Istilah ini juga digunakan untuk menyebut tamu-tamu asing atau imigran lain.[5]
Letak geografis keempat provinsi itu, serat ikat-ikatan budayanya telah
membantu memupuk seuatu perasaan keterasingan di kalangan mereka terhadap
lembaga-lembaga social, budaya dan politik Thai. Sejak bangsa Thai untuk
pertama kalinya menyatakan daerah itu sebagai wilayah yang takluk kepada
kekuasaanya, di bagian akhir abad ke 13, orang muslim melayu disana terus
menerus memberontak terhadap kekuasaan Thai. Keinginan mereka yang alami adalah
untuk menjadi bagian dari dunia budaya Melayu Muslim dengan pemerintahan yang
otonom. Akan tetapi, control yang semakin ketat yang dilakukan atas daerah itu
oleh pemerintah pusat di Bangkok menyebabkan keinginan untuk memperoleh otonomi
itu tak mungkin terpenuhi.
Keinginan yang tak pernah mengendor itu berakar dalam sejarah, dan kekhasan
ciri-ciri social ekonomi dan budaya mereka telah membantu mempertajam kesadaran
bahwa mereka mempunyai identitas yang terpisah dari bagian utama penduduk
Negeri Thai. Untuk dapat mengapresiasi rasa keterasingan itu, perlu di bahas
dulu secara singkat beberapa diantara cirri-ciri khas itu:
1. Ekonomi
Kondisi-kondisi Ekonomi golongan Melayu-Muslim semakin memburuk. Menurut
perkiraan, 80 persen dari penduduk Melayu Muslim bekerja di bidang pertanian
padi dan perkebunan karet, secara pukul rata, mereka memiliki lahan yang kecil
saja, yang hasilnya hanya cukup untuk sekedar hidup.
2. Masyarakat melayu sangat terisolasi dari masyarakat Thai pada umumnya dan
karakteristik- karakteristik social dan budayanya cenderung untuk mengukuhkan
isolasi itu.[6]
Semenjak tahun 1980-an, pihak pemerintah Thailand memulai program
pembangunan social-ekonomi di empat wilayah Thailand selatan dengan tujuan
membatasi ruang gerak kaum pembebasan Patani dan memperlemah kekuatan mereka.
Untuk kepentingan tersebut, pihak pemerintah Thailand mengadakan rencana kerja
sama di bidang ekonomi di empat wilayah Thailand Selatan dengan rencana
Segitiga Pertumbuhan Indonesia-Melayu-Thailand.[7]
C. Perubahan Politik di Thailand Setelah Masuknya Islam
Upaya penyatuan politis daerah muslim ke dalam Thailand
merupakan hasil akhir perjuangan selama berabad-abad, dengan berbagai alasan
nasionalisme. Pembangunan dan keamanan pemerintah Thailand abad XX berusaha
mengonsolidasi kekuasaan atas provinsi-provinsi Selatan yang dialami
orang-orang Muslim itu.
Langkah pertamanya adalah integrasi administratif yang
dirancang untuk memasukkan daerah-daerah Muslim itu kedalam sistem politik
nasioanal yang berpusat di Bangkok. Karena orang – orang Muslim itu tidak
berpengalaman dengan sistem-sistem ini, maka dianggap perlu menempatkan mereka
di bawah pejabat pemerintah kristen dan Budhis thailand.
Kerajaan Thailand bukan negara sekuler, tetapi sepanjang
abad XX undang-undang negeri ini termasuk semua konstitusi sejak tahun 1934
mengizinkan kebebasan beragama dalam pengertian yang serupa dengan kebebasan
beragama dikebanyakan negera demokrasi sekuler. Raja, yang merupakan kepala
kehormatan agama Buddha di Mungthai, juga merupakan “patron” dari agama-agama
non Buddha di negeri itu.[8]
Gerakan dakwah yang terus dilancarkan umat Islam
diselatan mengenai kebebasan dan otoritas beragama menghasilkan beberapa
konsesi yang diberikan oleh pemerintah dan akhirnya terbentuk
organisasi-organisasi Islam yang menjadi corong kegiatan umat secara nasional
yang mendapatkan legal dari pemerintah organisasi tersebut meliputi:
1.
Kantor
chularajamantri atau shaikhul islam. Kantor ini dianggap sebagai kantor
tertinggi masyarakat muslim Thailand. Kantor ini terdiri dari 26 provinsi yang
memiliki banyak penduduk muslim. Chula yang dipilih harus mendapatkan
persetujuan dan pengesahan dari raja. Posisi chularazamontri, lebih memiliki
kekuatan simbolis administrasi ketimbang kekuatan yang sebenarnya karena badan
ini hanya berfungsi sebagai konsultan Departemen Agama dari kementrian
pendidikan, sejauh hubungan dengan Islam. Sampai tingkat tertentu kepemimpinan
informalnya cukup diakui dan dipakai. Dia menyelesaikan konflik agama dalam
masyarakat Islam, dan memimpin fungsi-fungsi agama pada tingkat nasional,
bahkan dia memberikan fatwa bila terdapat persoala yang menyangkut umat Islam
dan negara. Akan tetapi, bagaimanapun keputusannya tidak memiliki kekuatan
hukum yang mengikat atau legal, kecuali negara mengesahkan keputusan tersebut.
2.
Komite Islam
nasional, lembaga ini dimaksudkan sebagai lembaga tertinggi untuk urusan
administrasi Islam di Thailand. Di ketahui secara ex-officio oleh
chularajamontri Islam di thailand, komite terdiri dari 26 kepala komite Islam
propinsi dan beberapa individu yang ditunjuk.
3.
Komite masjid.
Ini adalah komite setiap masjid yang diketahui oleh imam yang diseleksi dan
dipilih oleh segenap anggota masyarakat. Sesuai dengan jumlah mesjid yang ada
di Thailand.
4.
Komite Islam
Provinsi. Merupakan komite di setiap provinsi yang memiliki banyak penduduk
muslim. Anggotanya dipilih dari banyak imam yang salah satu anggotanya
dijadikan ketua.
Pada perkembangan selanjutnya, pemerintah Thailand lebih
akomodatif dalam memberikan kebijakan kepada masyarakat muslim. Masyarakat
diberi kebebasan dalam menjalankan ibadah. Pemerintah menyediakan dana untuk
membantu mereka dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan
keagamaan. Kaum muslimin juga diperbolehkan melaksanakan dakwah, membentuk
organisasi, dan mengelola penerbitan literatur keagamaan yang sekarang sedang
tumbuh. Meskipun demikian, kaum muslimin sendiri tidak bebas dari perpecahan.
Ada empat kelompok yang mengklaim dirinya sebagai pihak yang mewakili
kepentingan masyarakat muslim, yaitu chularajamontri, sebuah kelompok yang
didukung negara, kelompok modernis yang menerbitkan jurnal Al-Jihad, kelompok
Ortodoks yang menerbitkan Al-rabitah, dan kelompok muslim melayu tradisional
didaerah selatan yang menentang kepemimpinan chularajamontri, namun menolak
disebut sebagai rival al-Jihad Al-Rabitah. Lepas dari itu semua, secara
keseluruhan, komitmen terhadap Islam sedang tumbuh dikalangan muslim muangthai.[9]
Meskipun pihak pemerintah akhir-akhir ini cukup represif memperlakukan
kaum muslimin terutama dibagian selatan.
D. Trend Islam Masa Kini di Thailand
Berdasarkan data sensus terakhir yang diadakan pada 2010, muslim di
Thailand hanya berjumlah 4,6 persen. Negeri yang terkenal dengan aneka suguhan
wisatanya ini memang didominasi oleh pemeluk agama Budha yang jumlahnya
mencapai 94,6 persen. Sisanya merupakan pemeluk kristiani (0,7 persen) dan
pemeluk keyakinan dan kepercayaan lain.[10] Namun saat ini
angka pemeluk agama Islam dipercaya melebihi angka 10%, atau sekitar 7,4 juta
dari 67 juta jiwa penduduk Thailand. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan
pemeluk agama Islam di negeri ini terus meningkat.
Thailand merupakan negeri yang bebas. Mayoritas penduduknya menyukai
kehidupan malam, pergaulan bebas, dan minum minuman keras. Setiap rumah
terdapat kuil kecil di mana mereka meletakkan sesaji. Bahkan biasanya para
pedagang pun meletakkan sesaji itu di toko mereka. Pengagungan mereka pada
kerajaan pun sudah melampaui batas. Raja dianggap sebagai keturunan dewa
sehingga mereka menjadikannya sesembahan. Biksu pun mendapatkan perlakuan yang
sangat istimewa. Mereka akan memberikan apapun jika bertemu biksu, hanya untuk
mendapatkan berkat dari mereka.
Karena itu, biasanya kaum muslimin di Thailand hidup berkelompok supaya
dapat saling menjaga. Di dekat masjid biasanya ada perkampungan muslim. Selain
itu, ada juga beberapa daerah di Bangkok yang memiliki persentase penduduk
muslim yang cukup besar. Mereka berusaha membuat lingkungan yang baik supaya
dapat hidup di luar gelimang kemaksiatan tadi.[11]
IV. KESIMPULAN
Negara Thailand di
wilayah darat
berbatasan dengan Myanmar (Burma) di sebelah barat dan Utara, Laos di utara dan
timur, Kamboja (Cambodia) di timur, dan Malaysia di selatan. dengan luas
wilayah sekitar 514.000 km2,Islam datang ke Thailand dengan perantaraan pedagang yang
berasal dari Arab dan India. Muslim Thailand dibedakan menjadi 2;
masyarakat muslim imigran (pendatang) yang berlokasi di kota Bangkok dan Chiang
Mai (Thailand tengah dan utara), dan masyarakat muslim penduduk asli, yang
berada di Pattani (Thailand selatan).
Kekhasan ciri-ciri social ekonomi dan budaya
mereka telah membantu mempertajam kesadaran bahwa mereka mempunyai identitas
yang terpisah dari bagian utama penduduk Negeri Thai.
Upaya penyatuan politis daerah muslim ke dalam Thailand
merupakan hasil akhir perjuangan selama berabad-abad, dengan berbagai alasan
nasionalisme. Pembangunan dan keamanan pemerintah Thailand abad XX berusaha
mengonsolidasi kekuasaan atas provinsi-provinsi Selatan yang dialami
orang-orang Muslim itu. Dengan integrasi administratif yang dirancang untuk
memasukkan daerah-daerah Muslim itu kedalam sistem politik nasioanal yang
berpusat di Bangkok.
Gerakan dakwah yang terus dilancarkan umat Islam
diselatan diantaranya: Kantor chularajamantri atau shaikhul islam, Komite Islam
nasional, komite masjid, komite Islam provinsi.
Penduduk yang beragama Islam di Thailand pada tahun 2010
hanya 4,6% namun saat ini sudah mencapai 10%. Thailand merupakan negeri yang bebas. Raja
dianggap sebagai keturunan dewa sehingga mereka menjadikannya sesembahan. Biksu
pun mendapatkan perlakuan yang sangat istimewa.
DAFTAR PUSTAKA
Basari, Hasan. Islam di Muangthai. Jakarta: LP3ES. 1989
Daulay, Haidar
Putra. Dinamika
Pendidikan Islam di Asia Tenggara. Jakarta: Rineka Putra. 2009
Kettani, M. Ali. Minoritas
muslim di Dunia Dewasa Ini. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2005
Supriyadi, Dedi. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia.
2008
Thohir, Ajid. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam. Jakarta
: PT Raja Grafindo Persada. 2009
Pratama, Fajar. Perjuangan Panjang Muslim di Thailand untuk Dapatkan Label Makanan Halal. dari http://news.detik.com di Download pada tanggal 24 Mei 2013, jam 10.43
Syafnee. Muslim Bangkok Di Tengah Mayoritas
Thai-Buddhist Bagian 1. diakses dari http://papayapokpok.wordpress.com. pada tanggal 24 mei 2013. jam 12.28.
Waskito, Fikri. Kehidupan Islam di Negeri Gajah Putih. dari http://muslim.or.id di download pada tanggal 24 Mei 2013, jam 11.14
Widya. Perkembangan Islam di
Thailand. dari http://alhusnakuwait.blogspot.com di download pada tanggal 24 Mei 2013, jam
12.18
Mainkan semua jenis permainan dalam 1 User ID dan dapatkan bonus welcome 50% serta bonus deposite 10% tanpa syarat dan Rollingan 1% setiap minggu nya :)
ReplyDeleteARTIKEL SLOT
ARTIKEL POKER
ARTIKEL CASINO
DAFTAR SLOT
DAFTAR POKER
SLOT VAVA
AGEN PLAYTECH
AGEN SLOT GAME
AGEN JOKER123
MABAR99
AGEN POKER ONLINE
BANDAR CEME
AGEN OMAHA
SLOTACE333
AGEN CASINO ONLINE TERBAIK
LIVE CASINO
BANDAR CASINO
CASINO ONLINE
ROULETTE