I.
PENDAHULUAN
Sesungguhnya agama Islam adalah
agama yang penuh kemudahan dan syamil (menyeluruh) meliputi segenap
aspek kehidupan, selalu memperhatikan berbagai maslahat dan keadaan, mengangkat
dan menghilangkan segala beban umat. Termasuk dalam maslahat tersebut adalah
sesuatu yang Allah syariatkan dalam jual beli berupa hak memilih bagi orang
yang bertransaksi, supaya dia puas dalam urusannya dan dia bisa melihat
maslahat dan madharat yang ada dari sebab akad tersebut sehingga dia bisa
mendapatkan yang diharapkan dari pilihannya atau membatalkan jual belinya
apabila dia melihat tidak ada maslahat padanya.
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Apa Definisi Khiyar?
B.
Bagaimana Hukum Dasar Khiyar ?
C.
Apa Saja Macam-Macam Pembagian Khiyar ?
D.
Apa Tujuan dan Hikmah dalam Khiyar ?
III. PEMBAHASAN
A.
Definisi khiyar
Khiyar secara bahasa adalah kata nama dari ikhtiyar berarti mencari
yang baik dari dua urusan baik meneruskan akad atau membatalkannya. Sedangkan
menurut istilah kalangan ulama’ fiqh yaitu mencari yang baik dari dua urusan
baik berupa meneruskan akad atau membatalkannya. Dari sini terlihat bahwa makna
secara istilah tidak begitu berbeda dengan maknanya secara bahasa. Oleh sebab
itu, sebagian ulama terkini mendefinisikan khiyar secara syar’i sebagai
“hak orang yang berakad dalam membatalkan akad atau meneruskannya karena ada
sebab-sebab secara syar’i yang dapat membatalkannya sesuai dengan kesepakatan
ketika berakad.[1]
Khiyar juga berarti boleh memilih antara meneruskan akad jual beli atau
mengurungkan (menarik kembali, tidak jadi jual beli). Adakan khiyar oleh
syara’ agar kedua orang yang berjual beli dapat memikirkan kemaslakhatan
masing-masing lebih jauh, supaya tidak akan terjadi penyesalan dikemudian hari
lantaran merasa tertipu.[2]
B.
Dasar
Hukum Khiyar
Tentang kebolehan khiyar, hal itu dipegangi
oleh jumhur fuqaha’, kecuali ats-Tsauri, Ibnu Abi Syubrumah dan sekelompok ahli
Zhahiri.
Jumhur
fuqaha’ dengan hadits yang diriwayatkan Ibnu Umar ra.:
اَلبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِمَالَمْ يَفْتَرِقَااِلاَّبَيْعَ
الْخِيَارِ
Penjual dan pembeli adalah dengan hak khiyar selama keduanya belum
berpisah, kecuali jual beli khiyar.
Tentang masa khiyar bagi fuqaha’ yang membolehkannya maka menurut Imam
Malik pada dasarnya tidak ada batasan tertentu, melainkan ditentukan
berdasarkan besar kecilnya keperluan dengan memandang kepada macam-macamnya
barang. Dengan demikian masa tersebut berbeda-beda menurut perbedaan barang
yang dijual. Ia mengatakan, “seperti satu atau dua hari dalam memilih baju,
satu minggu atau lima hari dalam memilih hamba perempuan, dan sebulan atau di
sekitar itu dalam memilih rumah”. Secara ringkas Imam Malik tidak membolehkan
masa yang panjang yang berisi di dalamnya kelebihan dalam memilih barang yang
di jual.
Imam Syafi’i dan Abu Hanifah berpendapat bahwa masa khiyar itu tiga hari
dan tidak boleh lebih dari itu.
Imam Ahmad, Abu Yusuf dan Muhammad bin al-Hasan berpendapat bahwa khiyar
dibolehkan hingga masa yang disyaratkan. Daud juga mengemukakan pendapat
seperti ini.
Fuqaha’ berselisih pendapat tentang khiyar mutlak tanpa dibatasi pada masa
tertentu.
Ats-Tsauri, al-Hasan bin al-Jinni dan sekelompok fuqaha’ berpendapat,
bahwasanya dibolehkan mengadakan syarat khiyar mutlak, sehingga bagi yang
mengadakan syarat boleh memiliki khiyar selamanya.
Imam Malik berpendapat bahwa khiyar secara mutlak dibolehkan, tetapi
penguasa menetapkan masa khiyar seperti itu.
Sedang Imam Abu Hanifah dan Syafi’i berpendapat bahwa khiyar mutlak tidak
dibolehkan sama sekali, dan jual beli pun menjadi rusak.
Tetapi antara Imam Abu Hanifah dan Syafi’i sendiri terdapat perbedaan dalam
hal, jika terjadi khiyar tiga hari pada masa khiyar mutlak.
Imam Abu Hanifah bependapat, bahwa jika terjadi khiyar pada tiga hari maka
dibolehkan, tetapi jika lewat tiga hari maka jula beli menjadi rusak. Sedangkan
pendapat Imam Syafi’i, bahwa bagaimanapun juga, jual beli menjadi rusak jika
melewati tiga hari.[3]
C.
Macam-macam khiyar
1. Khiyar majlis
Khiyar majlis adalah hak untuk memilih, baik untuk si pembeli maupun si penjual, selama
keduanya masih ditempat jual-beli. Khiyar majlis boleh dalam semua jual-beli.
Sabda Rasulullah:
عن حكيم
بن حزام رضي الله عنه ان النبي ص.م قال: البيعان بالخيارمالم يتفرق فان لم صدقا
وبينابورك لهما فى بيعهماوان كتمم وكذبامحقت بركة بيعهما (رواه البخارومسلم
وابوداود)
Artinya:
“Hakim bin Hizam ra. Ia berkata: “Nabi SAW bersabda:
“penjual dan pembeli mempunyai hak
khiyar selama keduanya belum berpisah jika keduanya saling membenarkan dan
menerangkan (ada atau tidaknya cacat) diberkahilah jual-beli mereka dan jika
keduanya saling dusta dan memnyembunyikannya maka dihapus jual-belinya”.(HR.
Bukhari, Muslim, dan Abu Daud ).
Habisnya khiyar majlis ini adalah dengan:
1) Memilih keduanya akan diteruskan akad. Apabila memilih salah seorang saja,
maka habislah khiyar baginya sedang yang lainnya masih tetap.
2) Dengan berpisah keduanya dari tempat jual-beli. Arti berpisah, menurut adat
kebiyasaan.[4]
2. Khiyar Syarat
Khiyar Syarat adalah penjualan yang didalamnya disyaratkan sesuatu baik oleh penjual
maupun pembeli. Seperti seseorang berkata,”saya jual rumah ini dengan harga 100.000.000,- dengan syarat khiyar
selama tiga hari.[5]
عن ابن
عمر رضي الله عنهماقال: ذكررجل لنبي ص.م انه يخدع فى البيوع فقال النبي ص.م اذا
أنت بايعت فقل لاخلابة, ثم انت فى كل سلعة ابتغتهابالخيارثلاث ليال, ان رضيت فأمسك
وانسخطت فارددهاعلى صاحبها. (رواه البخار)
Artinya:
“Ibnu Umar ra. Ia berkata: “seorang laki-laki dilaporkan pada
Nabi SAW bahwa ia tertipu dalam jual-beli. Lalu Rasulullah SAW bersabda: “
apabila kamu membeli berkatalah. “tak ada penipuan dalam Islam itu.” Kemudian
sesudah itu kamu berhak khiyar selama tiga hari tiga malam atas barang-barng
yang telah kamu beli, jika kamu rela teruskan dan jika kamu benci kembalikan
pada pemilik atau penjualnya.” (HR. Bukhari).
Barang yang terjual sewaktu dalam masa khiyar merupakan kepunyaan orang
yang mensyaratkan khiyar (jika yang khiyar hanya salah seorang dari mereka),
tetapi kalau kedua-duanya mensyaratkan khiyar, maka barang itu tidak dimiliki
oleh salah seorangpun dari keduanya. Jika jual-beli sudah tetap akan
diteruskan, barulah diketahui bahwa barang itu kepunyaan pembeli mulai dari
masa akad. Tetapi kalau jual-beli tidak teruskan, barang itu tetap kepunyaan si
penjual. Untuk meneruskan jual-beli atau tidaknya, hendaklah dengan lafal yang
jelas menunjukkan terus atau tidaknya jual-beli.[6]
Masa khiyar syarat paling lama hanya tiga hari tiga malam, terhitung mulai
waktu akad.[7]
3. Khiyar ‘Aib
Khiyar ‘Aib adalah apabila si pembeli mengembalikan barang yang dibelinya
apabila pada barang itu terdapat suatu cacat yang mengurangi kualitas barang
itu, atau mengurangi harganya, sedangkan biasanya barang yang seperti itu baik,
atau terjadi sesudah akad, yaitu sebelum diterimanya. Keterangannya adalah
ijma’ (sepakat ulama mujtahid).
روت عائشة
رضي الله عنهاان رجلاابتاع غلامافاقام عنده ماشاء الله ثم وجدبه عيبا فخاصمه الى
النبي ص.م فرده عليه (رواه احمدوابوداودوالترمذي)
Artinya: Aisyah telah meriwayatkan, “
bahwasanya seorang laki-laki telah membeli seorang budak, budak itu tinggal
beberapa lama dengan dia, kemudian kedapatan bahwa budak itu ada cacatnya, lalu
dia adukan perkaranya kepada Rasulullah SAW, Keputusan dari beliau, budak itu
dikembalikan kepada si penjual.” (Riwayat Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidzi).
Adapun cacat yang terjadi sesudah akad sebelum barang diterima, maka barang
yang dijual sebelum diterima oleh si pembeli masih dalam tanggungan si penjual.
Kalau barang ada di tangan si pembeli, boleh di kembalikan serta diminta
kembali uangnya. Akan tetapi, kalau barang itu tidak ada lagi, umpamanya barang
yang dibeli itu kambing, sedangkan kambingnya sudah mati, atau yang di beli
tanah, sedangkan tanah itu sudah di wakafkannya, sesudah itu si pembeli baru
mengetahui bahwa yang di belinya itu ada cacatnya, maka dia berhak meminta ganti
kerugian saja sebanyak kekurangan harga barang sebab adanya cacat itu.[8]
Syarat-syarat pengembalian barang yang dijual (mabi’) yang ccat adalah:
1.
Barang yang di jualnya cacat menurut anggapan
umum. Misalnya, membeli kuda kebiri. Kebiri bagi kuda menurut kebiasaan di
anggap cacat. Sebab pembelian kuda itu biasanya untuk melahirkan keturunan.
Berlainan halnya dengan membeli hewan untuk dimakan. Maka biarpun keadaan
kebiri (mandul) dianggap bukan cacat yang memberikan hak untuk pengembalian.
2.
Cacatnya tidak mudah dihilangkan, bila tidak
dengan susah payah membeli kain yang masih ada merk dagangannya dan mudah
dihilangkan dengan dicuci tidak boleh dikembalikan dengan alasan cacat.
3.
Cacat terjadi ketika barang masih ditangan
penjual.
4.
Cacat tidak hilang sebelum jual beli di
batalkan. Akan tetapi apabila sebelum dibatalkan, cacatnya sudah hilang, maka
barang yang sudah dibelinya itu tidak dapat dikembalikan.[9]
IV. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Azam, Abdul Aziz Muhammad. Fiqih Muamalat. Jakarta: Amzah. 2010
Rosjid ,
Sulaiman. Fiqih Islam. Bandung: Sinar baru al-gensindo. 1994
Rusyd, Ibnu. Bidayatul
Mujtahid. terj. M.A. Abdurrahman,
dan A.Haris Abdullah. Semarang: asy Syifa’. 1990
Syaifullah, Mohammad. Fiqih Islam Lengkap. Surabaya: Terbit Terang, t.t
Suhendi, Hendi. Fiqih Mualamah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2008
[1]
Abdul Aziz Muhammad Azam, Fiqih Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2010), cet.
1, hlm. 99
[2]
H. Sulaiman Rosjid, Fiqih Islam, (Bandung: Sinar baru al-gensindo,
1994), hlm. 286
[3]
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, terj.
M.A. Abdurrahman, dan A.Haris Abdullah, (Semarang: asy Syifa’, 1990), cet.1,
hlm. 172-173
[4]
Moh. Syaifullah, Fiqih Islam Lengkap, (Surabaya: Terbit Terang, t.t),
hlm. 343-344
[5]
Hendi Suhendi, Fiqih Mualamah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2008), hlm. 83-84
[6]
Sulaiman rasyid, Op.Cit,
hlm. 287
[7]
Moh. Syaifullah, Op.Cit hlm. 345
[8] H.
Sulaiman Rasjid, Op.Cit, hlm.287-288
[9] Moh. Saifulloh, ibid, hlm. 346
No comments:
Post a Comment